Friday, June 5, 2009

3. ISTILAH DALAM MANAJEMEN RISIKO

ALCO (Asset and Liability Committee).

Adalah suatu lembaga dalam organisasi bank umum untuk mendukung efektifitas pelaksanaan Asset and Liability Management (ALMA)
Cakupan kebijakan ALCO meliputi :
(a) Uraian tentang tanggung jawab,frekwensi ALCO meetings,dan keanggotaan ALCO.
(b) Uraian tentang jalur pelaporan antara ALCO dan Direksi.
(c) Uraian tentang strategi penanaman dana.
(d) Strategi hedging.
(e) Strategi pendanaan.
(f) Strategi penetapan harga.
(g) Pengelolaan risiko suku bunga, yaitu :
i. Penetaspan limit terhadap exposure tertentu.
ii. Pengukuran risiko dengan menggunakan Gap Analysis, Duration Analysis atau Simulation Model.
Tanggung jawab ALCO antara lain mencakup :
1.Pengembangan , kaji ulang dan modifikasi strategi ALM
2.Evaluasi posisi risiko suku bunga bank dan strategi ALMA guna memastikan bahwa hasil risk taking position bank telah konsisten dengan tujuan pengelolaan risiko suku bunga.
3.Kaji ulang penetapan harga (pricing) aktiva dan pasiva untuk memastikan bahwa pricing tersebut dapat mengoptimalkan hasil penanaman dana, meminimumkan biaya dana , dan memelihara struktur neraca bank sesuai dengan strategi ALMA bank.
4.Kaji ulang deviasi antara hasil aktual dengan proyeksi anggaran dan rencana bisnis bank.
5.Penyampaian informasi kepada Direksi mengenai setiap perkembangan ketentuan dan peraturan terkait yang mempengaruhi strategi dan kebijakan ALMA.
Frekwensi ALCO Meeting dapat dilakukan secara bulanan , atau triwulanan sesuai dengan perubahan perekonomian , kondisi bank dan profil risiko suku bunga dan risiko likiditas :
 ALCO meeting bulanan harus menkaji ulang keputusan penanaman dana (jangka pendek), penetapam harga dan keputusan pendanaan lainnya , trend perkembangan dana dan pinjaman (loan mix) serta realisasi dan rencana anggaran. Apabila perlu strategi ALMA disesuaikan dengan perkembangan terkini.
 ALCO meeting triwulanan sekurang-kurangnya mengkaji ulang analysis risiko suku bunga secara lengkap, penyesuaian manajemen risiko suku bunga dan menerapkan perubahan strategi serta menyediakan arah (policy direction)kepada ALCO.
Pelaporan :
Laporan harus fokus dan didokumentasikan , antara lain meliputi :
(1)ALCO minutes , termasuk minutes sebelumnya.
(2)Laporan Rugi Laba , yang menyajikan data perbandingan periode satu tahun sebelumnya.
(3)Neraca , yang menyajikan perbandingan dengan periode satu tahun sebelumnya
(4)Proyeksi anggaran
(5)Laporan kredit baru
(6)Laporan margin analysis
(7)Laporan analysis likiditas , terutama laporan penerimaan dan penggunaan dana
(8)Analysis dana pihak ketiga (DPK) yang menggambarkan trend berbagai produk DPK tersebut.
(9)Laporan data penetapan harga (pricing) yang merefleksikan harga atau biaya dari suatu produk.
(10)Laporan model simulasi (apabila bank menggunakan model tsb) atau gap untuk menggambarkan profil suku bunga.
(11)Laporan hedging apabila bank melakukan strategi hedging.

ALMA (Asset and Liability Management).

(1)ALMA pada Bank Umum.
Pengelolaan Asset and Liability Management adalah salah satu proses penerapan manajemen risiko pada Bank Umum . Bank menerapkan ALMA untuk melaksanakan fungsi pengendalian risiko suku bunga , risiko nilai tukar , dan risiko likiditas .
Untuk mendukung efektifitas pelaksanaan ALMA , bank membentuk Asset and Liability Committee(ALCO)yang besaran organisasi komite dimaksud disesuaikan dengan volume dan kompleksitas transaksi perbankan yang terkait dengan pelaksanaan ALMA .
Anggota ALCO terdiri dari bidang perkreditan,tresuri, pendanaan yangdiberi wewenang serta Direksi terkait.
Kebijaksanaan ALMA harus menggambarkan secara jelas tanggung jawab dan kewenangan dalam :
(a) Identifikasi risiko suku bunga yang berasal dari transaksi dan produk bank.
(b) Penetapan sistem pengukuran risiko suku bunga.
(c) Formulasi dan eksekusi strategi pengelolaan eksposur risiko suku bunga.
(d) Otorisasi dan mekanisme pengecualian kebijakan.

(2)ALMA (pada Bank Syariah).
Adalah manajemen asset and liability pada bank syariah yang disesuaikan dengan sifat dari dana yang dikelola yang tidak menggaransi untuk memberikan keuntungan pada nasabah liabilities dengan suatu angka pasti tertentu.
Namun demikian ALMA perlu memperhatikan kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya untuk menjaga kepercayaan masyarakat antara lain dengan :
o Memelihara likuiditas wajib minimum bank sesuai ketentuan otoritas moneter.
o Memelihara likuiditas yang cukup untuk memenuhi cash flow dan penarikan dana yang besar.
o Meminimumkan dana yang idle.
o Meminimumkan risiko.
Dibidang asset memperhatikan :
o Komposisi asset, apakah lebih banyak penyaluran dana melalui mekanisme jual beli atau bagi hasil.
o Kepercayaan untuk memperoleh keuntungan melalui angsuran atau pun bagi
untung.
o Tingkat kesulitan untuk memperoleh kembali keuntungan dan/atau angsuran.
o Komposisi berkurangnya asset.

Aset keuangan yang dialihkan (Dalam sekuritisasi asset).

Adalah asset keuangan yang terdiri dari kredit , tagihan yang timbul dari surat berharga , tagihan yang timbul dikemudian hari (future receivables) dan asset keuangan lain yang setara.
Aset keuangan yang dialihkan wajib memnuhi kriteria sebagai berikut :
a. Memiliki arus kas (cash flows)
b. Dimiliki dan dalam pengendalian debitur asal.
c. Dapat dipindahtangankan dengan bebas kepada Penerbit EBA.


Aset tertimbang menurut risiko untuk  risiko kredit

Adalah perhitungan aset tertimbang menurut risiko  untuk risiko kredit sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai  perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit

ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko).

Adalah pengertian aktiva dalam arti luas yang di perhitungkan sebagai dasar penentuan besarnya penyediaan modal minimum bagi bank. ATMR terdiri dari aktiva neraca dan aktiva administratif sebagaimana yang tercermin pada kewajiban yang bersifat kontinjensi dan/atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. Risiko terhadap aktiva dalam arti luas dapat timbul baik dalam bentuk risiko kredit maupun risiko yang terjadi karena fluktuasi harga surat-surat berharga, tingkat bunga serta nilai tukar valuta asing. Secara teknis Kewajiban Penyediaan Modal Minimum diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Back Testing.

Backtests (test mundur) adalah test yang dilaksanakan untuk menilai keakuratan dari suatu model yang digunakan dalam menghitung risiko pasar, yaitu dengan cara membandingkan hasil realisasi perdagangan dengan model yang dikembangkan dari pengukuran risiko, keduanya untuk meng-evaluasi suatu model baru dan untuk melakukan asesmen terhadap akurasi dari model-model yang ada. Walaupun tidak ada metodologi tunggal untuk backtesting yang sudah ditetapkan , bank-bank yang menggunakan model internal VaR untuk kewajiban penyediaan modal dalam risiko pasar , harus melakukan backtest terhadap model mereka secara berkala .
Bank-bank hendaknya secara umum melakukan backtest model-model risiko secara bulanan atau kwartalan untuk menguji akurasinya. Dalam test ini , mereka harus meng-observasi apakah hasil perdagangan masuk dalam ‘confident band’ yang secara khusus telah ditetapkan sebagaimana diprediksi oleh model VaR. Apabila model ternyata kurang baik , mereka harus menyelidiki lebih lanjut dan menemukan penyebabnya (dengan mengecek kebenaran dari posisi dan data pasar , parameter-parameter dari model , serta methodology) . Bank for International Sttlement (BIS) , memberikan petunjuk ‘Backtesting Best Practices’ dalam publikasi pada Januari 1996 berjudul “ Supervisory framework for the use of ‘backtesting’ in conjuction with internal model approach to market risk capital requirements “.

Banking Book .

Adalah semua elemen atau posisi lainnya yang tidak termasuk dalam Trading Book.
Lihat Trading Book

Bank Kustodian.

Adalah bank yang memberikan jasa penitipan Efek Beragun Aset (EBA) dan harta serta jasa lain yang berkaitan dengan Sekuritisasi Aset sesuai dengan ketentuan yang berlaku . Bank yang berfungsi sebagai Bank Kustodian wajib menjalankan kegiatan sesuai ketentuan yang berlaku.
Bank yang berfungsi sebagai Kreditur Asal atau Penyedia Jasa tidak dapat bertindak sebagai Kustodian.

Basel II.

Adalah istilah untuk “The New Basel Capital Accord” atau “New Accord“ yang direkomendasikan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) , yaitu suatu komite dari Bank for International Settlement (BIS)
New Accord merupakan penyempurnaan dari Kesepakatan July 1988, dan revisinya tahun 1996, yang dirumuskan dalam 3 (tiga) pilar sebagai berikut :
Pilar I;
Kecukupan modal minimum (minimum capital requirements)
New Accord mempunyai dimensi yang berbeda dengan ketentuan lama (current accord).
Hal – hal yang tidak berubah adalah :
1. Ketentuan tentang Modal , tidak berubah
2 Ketentuan tentang Capital Ratio tidak berubah , tetap 8 %.
Hal- hal yang berubah :
Dalam ketentuan lama (current Accord ) dicover secara ekplisit 2 type risiko , yaitu Credit Risk dan Market Risk. Risiko lainnya dianggap tercover secara implicit dalam treatment kedua risiko tersebut. Dalam New Accord , perubahan definisi dari bobot risiko ATMR ( risk weigted assets ) meliputi 2 ( dua ) elemen risiko ,
(a)Perubahan substantif dari treatment Risiko Kredit (Credit Risk ) secara relatif
terhadap ketentuan lama
(b)Penerapan khusus (explicit treatment) dari Risiko Operasional (operational risk)
yang menghasilkan suatu denominator perhitungan KPMM (bank’s Capital Ratio)
Terdapat masing-masing 3 opsi berbeda dalam menghitung risiko kredit dan 3 opsi dalam menghitung risiko operasional.
Pilar II;
Proses pemantauan (supervisory review process) oleh Otoritas Pengawasan Bank(Banking Supervisor).
Otoritas Pengawasan bank (banking Supervisor) menetapkan serangkaian ketentuan dan petunjuk bagi bank dalam melakukan assessment untuk menetapkan posisi penyediaan modal minimum , yang menjadi dasar bagi Banking Supervisor (Otoritas) untuk mereview dan mengambil langkah yang sesuai terhadap assessment yang dilakukan bank.
Pilar III:
Disiplin pasar (market discipline) atau Public Disclosure.
Tujuan Pilar III adalah melengkapi Capital Requirement pada Pilar I dan Supervisory Review pada Pilar II. Meningkatkan Market Discipline adalah dengan mengembangkan serangkaian keterbukaan yang dibutuhkan yang memungkinkan peserta pasar (market participant) untuk mengakses informasi tentang profile risiko bank dan tingkat capital yang dimiliki.
New Accord, mencakup seluruh aspek risiko, komprehensif, berisifat konsolidatif, terutama ditujukan agar diterapkan oleh International Active Bank. New Accord tersebut telah dilakukan finalisasinya pada bulan Juni tahun 2004 dan disepakati untuk dilaksanakan oleh Negara G-10 dengan ujicoba secara parallel dengan sistim lama mulai tahun 2004 s/d 2006 sebelum diterapkan masing-masing Negara itu secara penuh. Khusus pelaksanaan “Advanced IRB Approach” masih diperlukan waktu satu tahun lagi untuk melihat “impact study” atau “parallel calculation” dan baru siap di-implementasikan pada tahun 2007.


Basel 2,5.
Adalah Basel II yang direvisi dan merupakan Guidance untuk memperkuat Basel II setelah  Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) mengambil  pelajaran dari sebab  terjadinya  financial crisis. Perbaikan ini adalah sebagai respon dari BCBS untuk memperkuat kerangka kerja bagi perbankan . Revisi dan peningkatan dari Basel II itu dituangkan oleh BCBS dalam 3 (tiga) dokumen sebagai petunjuk kepada perbankan:
1.      1. Enhancement to the Basel II framework
2.      2. Revisison to the Basel II Market Risk Framework
3.      3. Guidelines for Computing Capital Charge for Incremental Risk in the Trading Book.
Revisi dan peningkatan kerangka kerja Basel II tersebut diteruskan kepada perbankan untuk dilaksanakan. Namun terakhir BCBS Menerbitkan pula ketentuan yang lebih lengkap yang disebut sebagai Basel III, maka Basel II yang sudah direvisi dengan tiga ketentuan diatas disebut sebagai Basel 2,5 (Basel dua setengah). Nama ini diberikan belakangan , bahkan baru disebut sebagai Basel 2,5 ketika BCBS mulai mengintroduksir Kerangka Kerja yang baru yang disebut sebagai Basel III. 


Basel III.

Adalah serangkaian perbaikan yang komprenhensif terhadap patokan atau ukuran (measures) yang dikembangkan oleh Basel Komite (BCBS/Basel Committee of Banking Supervision) untuk memperkuat regulasi dan pengawasan serta manajemen risiko pada sektor perbankan. Perbaikan Patokan atau Ukuran tersebut bertujuan untuk :
1.Meningkatkan kemampuan sektor perbankan untuk menyerap (to absorb) goncangan yang disebabkan gejolak (stress) pada bidang ekonomi dan keuangan , apapun yang menjadi penyebabnya. 2.Memperbaiki pengelolaan (governance) dan manajemen risiko. 3.Memperkuat transparansi dan keterbukaan (Strengthen transparency and disclosure) Adapun target yang ingin dicapai adalah : i. Pada level bank , atau mikro prudensial , serta regulasi : Membantu peningkatan kekebalan (resilience) lembaga-lembaga perbankan secara individual selama periode gejolak (stress). ii. Pada level makro prudensial : Dapat dibangun system risiko yang lebih luas pada lintas sektor perbankan seirama dengan semakin kuatnya gejolak risiko-risiko tersebut dari waktu ke waktu.

Basel Komite , serta Grup Gubernur Gubernur dari Bank-Bank Sentral serta Kepala Supervisi (Otoritas Pengawasan Bank bagi negara yang tidak mempunyai Bank Sentral) atau disingkat Governors and Head of Supervision (GHOS) sepakat menyetujui kerangka kerja Basel III secara garis besarnya pada bulan September tahun 2009.
Kemudian Komite Basel mengkongkritkan proposalnya pada bulan Desember tahun 2009. Konsultatif dokumen ini menjadi dasar bagi Komite Basel untuk menanggapi krisis dan merupakan bagian dari inisiatif global untuk memperluat pengaturan system keuangan (financial regulatory system) yang kemudian di endors oleh Negara Negara G.20.
GHOS telah menyetujui elemen elemen kunci rancangan paket perbaikan tersebut pada pertemuan mereka July 2010, dan menyetujui konsep konsep kalibrasi, transisi serta implementasinya pada pertemuan bulan September 2010.

Basis Risk.

Istilah ini berkaitan dengan Credit Risk Transfer, adalah risiko kerugian yang timbul dari ketidak tepatan membandingkan posisi risiko (imperfectly matched risk positions),misalnya posisi yang di-hedge dengan posisi yang seharusnya dilakukan hedging nya,yang dapat terjadi karena berbagai alasan:
Perbedaan antara underlying obligation (kewajiban) dengan underlying reference(aset yang menjadi subjek).
 Mismatch terhadap sisa waktu sampai jatuh tempo dari posisi.
 Perbedaan entity yang dijadikan reference dengan dokumentasinya (kontrak)
 Perbedaan dalam definisi pada kontrak berkaitan dengan kegagalan kredit pada restrukturisasi.
 Perbedaan antara suatu portofolio yang di-hedge secara makro dengan index (atau sub index) yang digunakan sebagai reference dalam hedging.

Business Continuity Management (BCM).

Adalah suatu komponent manajemen risiko operasional yang signifikan , merupakan pendekatan bisnis yang menyeluruh yang mencakup kebijakan, standard dan sprosedur untuk meyakini bahwa suatu kegiatan operasi tertentu(spesifik) dapat dipertahankan atau dipulihkan dalam waktu yang layak apabila terjadi suatu keadaan darurat/bencana (disruption). Tujuan nya adalah untuk meminimalisasi konsekwensi yang material terhadap operasional ,finansial,legal,reputasional sebagai akibat dari bencana (disruption) tersebut.
Pengertian dari ‘business continuity’ itu sendiri adalah suatu keadaan keberlangsungan operasi bisnis perusahaan yang tidak terputus (uninterrupted).
Suatu BCM yang efektif lebih berkonsentrasi pada dampak (impact) ketimbang sumber dari disruption tersebut.
Suatu BCM yang efektif tidak terlepas dari Analisis tentang dampak terhadap bisnis (Business Impact Analyses) , Rencana Penanggulangan Darurat (Business continuity plan), Strategi pemulihan (Recovery Strategies),Program uji coba( testing programmes),Program sosialisasi dan pelatihan(awardness and training program) serta Komunikasi (comunication) dan Program manajemen penanganan krisis (Crisis management programmes).
Business Impact Analysis, merupakan suatu starting point, adalah suatu proses yang dinamis dalam melakukan identifikasi terhadap critical operations and services, ketergantungan internal dan eksternal, kesesuaian tingkatan ketahanan, asesmen terhadap risiko dan dampak potensial berbagai bentuk bencana(skenario) terhadap operasi organisasi dan reputasi.
Recovery strategy,merupakan serangkaian pilihan atau alternatif tujuan penanggulangan yang didasarkan pada Business Impact Analysis, antara lain menetapkan sasaran-sasaran tingkat (level) pelayanan yang dapat diberikan organisasi dalam keadaan darurat dan suatu kerangka kerja maksimal dalam menjalankan operasional bisnis perusahaan.
Business continuity plan,menyediakan petunjuk detail untuk meng implementasikan recover strategy. Dalam rencana ini ditetapkan peranan dan alokasi tanggung jawab dalam operasional secara darurat yang menyediakan dengan jelas petunjuk dalam pengambil alihan kewenangan dalam keadaan darurat (succession of authority) apabila terjadi disables key personel. Juga diatur kewenangan dalam pengambil keputudsan dalam keadaan darurat, didefinisikan dengan jelas tindakan-tindakan segera yang harus dilakukan organisasi dalam Business Continuity Plan. Keselamatan staff organisai merupakan puncak tujuan dari rencana ini.

CAR (Capital Adequacy Ratio).

Adalah rasio atau perbandingan antara Modal Bank dengan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Perhitungan capital adequacy didasarkan pada prinsip bahwa setiap penanaman dana bank yang mengandung risiko harus disediakan jumlah modal sebesar persentase tertentu (risk margin) terhadap jumlah penanamannya, sehingga risk margin tersebut harus dihitung terhadap semua aset yang mengandung risiko secara tertimbang, yang disebut sebagai ATMR (Aset Tertimbang Menurut Risiko). Perhitungan kecukupan modal merupakan salah satu aspek yang mendasardalam pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Modal berfungsi sebagai penyangga untuk menyerap kerugian yang timbul dari berbagai risiko. Oleh karena itu, dalam perhitungan kecukupan modal sesuai standar internasional, Bank perlu menyesuaikan kecukupan modal tersebut dengan profil risiko Bank yang mencakup risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, dan risiko lainnya (lihat Basel II) yang bersifat material baik yang terukur secara kuantitatif maupun berdasarkan penilaian secara kualitatif. Bank Indonesia memakai istilah KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) kemudian BI memberikan pengertian mengenai Modal, apa yang di perhitungkan sebagai Modal dan pengertian mengenai ATMR, apa saja yang diperhitungkan sebagai ATMR serta ditetapkan persentase bobot risiko dari masing-masing asset.
Rasio CAR (KPMM ) merupakan perbandingan antara modal dengan ATMR. Rasio KPMM secara konsolidasi dilakukan dengan cara membandingkan modal secara konsolidasi dengan ATMR secara konsolidasi. Bank Indonesia menetapkan KPMM sebesar 8% bagi Bank Umum di Indonesia (pada/sejak 2003 ).

CDS (Credit Default Swap).

Adalah instrumen finansial yang diperdagangkan secara “over the counter” untuk memitigasi risiko kegagalan kredit. Potensi risiko yang timbul dari sebuah kredit (gagal bayar, penurunan rating,dll) dialihkan dengan membayar sejumlah premi
Sebagai salah satu alat hedging, produk CDS pada awalnya dimaksudkan sebagai “insurance” atau alat proteksi risiko kerugian yang timbul bilamana peminjam atau penerbit obligasi gagal membayar pinjaman atau obligasi yang diterbitkannya.
Berdasarkan aset yang dijadikan sebagai reference, secara umum terdapat 2 macam CDS yakni:
(1) CDS sovereign, dimana underlying asset diterbitkan oleh negara/pemerintah dan
(2) CDS private dimana underlying asset diterbitkan oleh pihak swasta

Collateralised Debt Obligations (CDOs).

Adalah salah satu teknik dalam Credit Risk Transfer.
Dalam CDO , risiko kredit ditransfer dari Risk Sheder kepada suatu SPE (Special Purpose Entity) atau dalam suatu transfer dari aset atau secara sintetik menggunakan kredit derivatif.. Walaupun tidak ada suatu definisi yang sudah disepakati (common agreed definition) dalam literature , CDO yang dijamin oleh pinjaman yang diberikan (loans) sering disebut sebagai ‘Collaterallised Loan Obligations’ (CLOs) dimana CDO yang dijamin oleh obligasi diberi label sebagai ‘ Collaterallised Bonds Obligations’ (CBOs). Ekposur CDO pada aset dapat dilakukan melalui pembelian tunai dari aset (cash CDOs) atau menggunakan kredit derivatif (synthetic CDOs)
Perbedaan lebih lanjut adalah tentang penggunaannya.

Core Risk Taking Unit.

Adalah satuan kerja operasional utama yang mengambil dan melaksanakan keputusan atas risiko yang antara lain meliputi namun tidak terbatas pada kegiatan perkreditan , treasury , sistem informasi , dan akunting termasuk kantor operasional.

Counterparty Limit.

Adalah penetapan jumlah maksimum trading kepada counterparty atas dasar analysis terhadap risiko yang mungkin terjadi seperti Bank Risk , Liquidity Risk , Interest rate Risk , Country Risk dan sebagainya.
Pertimbangan dalam menetapkan limit ini dipengaruhi pula oleh bonafiditas, volume usaha counterparty , past performance dan adanya Reciprocal Business dari counterparty yang bersangkutan

Country Limit.

Adalah penetapan maksimum trading yang dapat dilakukan terhadap suatu negara , yang bertujuan untuk membatasi risiko kerugian karena faktor instabilitas , sosial , politik dan ekonomi negara tersebut. Faktor yang dipertimbangkan terutama adalah Sosial , Politik , Ekonomi serta Perbankan dari negara yang bersangkutan.

Credit Default Swap (CDS).

Adalah suatu cara dalam credit risk transfer dimana pihak yang mengambil alih risiko /investor (protection seller) hanya memberikan pembayaran kepada pihak yang mengalihkan risiko (protection buyer) apabila terjadi suatu credit event pada reference asset. Sementara itu protection buyer hanya melakukan pembayaran terhadap jaminan yang diberikan oleh protection seller dalam bentuk premi.
Pembayaran oleh protection seller pada saat terjadinya credit event dapat dilakukan sebagai berikut :
1. sebesar nilai par (par value) yang ditukarkan dengan nilai fisik (physical delivery) dari reference asset.
2. dalam bentuk kompensasi sebesar selisih antara nilai par (par value) dan nilai pengembalian (recovery value) dari reference asset pada saat terjadi credit event , atau
3. jumlah tetap yang telah diperjanjikan sebelumnya..

Credit Linked Notes (CLN).

Adalah surat berharga yang diterbitkan oleh protection buyer yang akan dibayarkan sebesar nilai par pada saat jatuh tempo dengan persyaratan tidak terjadi Credit Event terhadap reference asset sampai dengan surat berharga tersebut jatuh tempo. Dalam hal terjadi credit event maka pemegang CLN mencairkan CLN tersebut kepada penerbit CLN (dengan nilai antara lain sebesar selisih antara nilai par (par value) dan nilai pengembalian (recovery value) dari reference asset pada saat terjadi credit event.)
Berdasarkan karakteristiknya CLN merupakan kombinasi antara obligasi dan credit default swap , sehingga sebagaimana halnya credit default swap , hanya risiko kredit dari reference asset yang dijamin. Namun terdapat perbedaan antara CLN dan credit default swap atau total. (rate of ) return swap yaitu dalam hal CLN , pihak pembeli CLN atau protection seller membeli atau melakukan pembayaran dimuka sebesar nilai reference asset yang mendasari CLN.

Credit Rating.

Istilah Credit Rating dapat dipahami dari definisi dan ungkapan sebagai berikut :
1. Credit Rating adalah evaluasi yang menyeluruh tentang kredibilitas (creditworthines) suatu debitur.
2. Credit Rating merupakan ukuran umum tentang kemungkinan gagalnya pembayaran oleh debitur terhadap pemenuhan kewajibannya ( general measurement of probability of default)
3. Credit Rating adalah ‘bahasa dunia’ terhadap kredibilitas (world wide language of creditworthiness)
4. Credit Rating merupakan refleksi kemampuan dari debitur/obligor terhadap kewajibannya dalam membayar hutang pokok dan bunganya sesuai waktu yang ditetapkan.
Credit Rating yang disusun oleh Internal Bank, disebut Internal Credit Rating merupakan gambaran exposure kredit bank menurut klasifikasi kualitas kredit dari suatu bank. Internal Credit Rating tersebut merupakan sarana bagi bank dalam mengendalikan dan memonitor kualitas perkreditannya baik secara individual debitur maupun portofolio secara keseluruhan atas kredit yang diberikan
Credit Rating dapat pula diberikan oleh Lembaga pemeringkat Eksternal (External Credit Assessment Institution/ECAI).
Rating dikelompokkan sesuai ‘Klas’ dari debitur , dalam bentuk angka (umumnya Internal Rating) atau huruf atau kombinasi keduanya. Setiap Klas Rating harus didefinisikan secara jelas tentang kriteria dalam penggolongan debitur yang masuk dalam setiap ‘Klas’ dari rating.

Credit Risk Transfer (CRT).

Adalah teknik dalam manajemen risiko yang bertujuan untuk mitigasi risiko. CRT berarti memindahkan risiko kredit melalui berbagai cara sehingga risiko kredit yang semula merupakan risiko yang harus dipikul oleh perusahaan (bank) dialihkan , atau dikompensasi , atau dieliminasi sehingga risiko kredit bagi bank untuk suatu penempatan dana/pemberian kredit tertentu kepada suatu obligor/ peminjam tertentu , menjadi nihil atau sedikitnya dikurangi atau diminimalisasi. CRT dapat dilakukan baik terhadap individual obligor maupun terhadap portofolio baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Dalam Credit Risk Transfer , minimal akan terlibat 2 pihak yaitu bank yang akan mentransfer risiko kredit yang disebut sebagai ‘Risk Shedder” (pelepas risiko) disebut juga sebagai ‘protection buyer’ dan pihak lain yang mengambil risiko yang disebut sebagai ‘ Risk Taker’ yang disebut juga sebagai ‘protection seller’
Selain itu terdapat pula sesuatu yang menjadi dasar dalam CRT yaitu ‘reference entity’ atau ‘ reference obligation ‘ atau ‘reference assets’ atau ‘underlying borrowers’ yang risiko kreditnya dipindahkan/ditransfer. Adakalanya dibutuhkan perantara dalam risk transfer yang dalam struktur CRT dikenal sebagai Special Purpose Vehicle (SPV)
Lihat juga  Credit Link Notes , Credit Default Swap dan SPE
(Sumber : Bank for International Settlement)

Cut Loss Limit

Adalah penetapan batas kerugian yang dapat ditolerir (dalam Pips/point) untuk menghindari adanya kerugian yang lebih besar karena fluktuasi rate yang tidak sesuai dengan prediksi. Pertimbangan utama dalam menetapkan limit ini adalah gejolak kurs dan keberanian bank dalam mengambil risiko yang dicerminkan oleh risk appetite yang ditetapkan..

Dampak Sistemik.

Adalah potensi penyebaran masalah (contagion effect) dari suatu Bank bermasalah yang dapat menyebabkan kesulitan likuiditas bank-bank lain sehingga berpotensi menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem perbankan dan dapat berdampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan
Dampak atau risiko sistemik dinilai dari 2 (dua) aspek pokok yakni penyebaran masalah (contagion) dan kerugian ekonomi (degree of loss) yang ditimbulkan. Faktor-faktor yang dipertimbamngkan dalam menetapkan dampak sistemik adalah :
(a) Faktor internal yakni kesulitan likiditas yang dihadapi satu atau lebih bank yang berdampak sistemik , dan /atau
(b) Faktor eksternal seperti gangguan systemically important payment system , krisis mata uang (currency crisis ) dan /atau bencana alam yang mengganggu stabilitas sistem keuangan

Default.

Adalah kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian atau akad kredit/komitmen lainnya yang ditanda-tangani bersama.
Dalam Basel II, nasabah (obligor) dikategorikan default apabila :
1. Tidak mau membayar kewajibannya secara penuh (hutang pokok , bunga dan fee lainnya)
2. Terjadinya kerugian kredit dikaitkan dengan ketidak mampuan nasabah (obligor) dalam memenuhi kewajibannya seperti propisi khusus tertentu , adanya restrukturisasi hutang karena tertundanya pembayaran angsuran pokok, bunga dan fee, atau
3. Kewajiban nasabah (obligor) telah jatuh tempo lebih dari 90 hari dari perjanjian
4. Nasabah (obligor) dinyatakan bangkrut atau proteksi lain yang dilakukan sehingga pemenuhan kewajiban tidak terlaksana.

ECAI (External Credit Assessment Institution ).

Adalah Lembaga Pemeringkat Eksternal Independent yang dapat memberikan peringkat Kredit pada suatu perusahaan, entity , atau obligor yang peringkat nya dapat dijadikan dasar oleh bank dalam penghitungan ATMR atas posisi nasabah di bank guna keperluan penetapan modal minimum (CAR). Metode penghitungan risk weight (bobot risiko) menggunakan rating dari ECAI diperkenankan dalam Standardised Approach . Diantara ECAI yang sudah dikenal luas secara internasional antara lain adalah Standard and Poors, Moddy dan Fitch.
BIS menetapkan eligibility criteria bagi ECAI sebagai berikut :
 Objectivity (Objektivitas)
Metodologi pelaksanaan asesmen kredit haruslah hati-hati dan teliti , sistematik dan dapat diperiksa kebenarannya berdasarkan pengalaman masa lalu. Lebih lanjut asesmen haruslah dapat dikaji ulang (review) dan responsive terhadap kemungkinan perubahan kondisi keuangan. Sebelum diakui oleh Otoritas Pengawasan Bank , suatu metodologi asesmen untuk setiap segmen pasar hendaknya dilakukan ‘back testing’ sekurang-kurangnya selama satu tahun dan sebaiknya lebih dari 3 (tiga) tahun.
 Independence (Independen)
Suatu ECAI haruslah independent dan bukan merupakan subjek dari tekanan tekanan ekonomi maupun politik yang dapat mempengaruhi peringkat rating. Proses asesmen hendaknya dilakukan sebebas mungkin dari pembatasan-pembatasan yang dapat terjadi dalam suatu situasi dimana komposisi dari dewan komisaris atau pemegang saham dari institusi yang dilakukan asesmennya sepertinya menimbulkan pertentangan kepentingan (conflict of interest).
 International Access/Transparancy ( Akses Internasional/Transparansi.).
Asesmen individual oleh ECAI tersedia baik bagi institusi dalam negeri maupun luar negeri dengan legitimasi kepentingan dan dengan persyaratan yang sama.. Metodologi umum yang digunakan oleh ECAI harus tersedia publikasinya.
 Disclosure (Keterbukaan )
ECAI hendaknya mengungkapkan informasi sebagai berikut :
Metodologi asesmen termasuk definisi tentang ‘ default’ , ‘time horizon’ , serta pengertian dari tiap tingkatan rating , tingkat default actual yang dialami pada masing-masing kategori asesmen dan transisi asesmen , misalnya kecendrungan rating AA menjadi A dalam suatu jangka waktu .
 Resources (Sumber Daya)
ECAI harus mempunyai sumber daya yang cukup untuk melaksanakan kredit asesmen dengan kualitas yang tinggi. Sumber daya dimaksud harus memungkinkan untuk berhubungan secara terus menerus secara substasial dengan level yang senior dan operasional dalam perusahaan yang dapat di-asesmen yang dapat memberikan nilai tambah dalam kredit asesmen yang dilakukan. Asesmen dimaksud harus dilakukan berdasarkan metodologi yang mengkombinasikan pendekatan secara kuantitatif dan kualitatif.
 Credibility (Kredibilitas)
Dalam batas tertentu kredibilitas diperoleh dari faktor-faktor tersebut diatas.
Kepercayaan terhadap asesmen yang dilakukan oleh eksternal ECAI oleh pihak independen (seperti pihak investor , asuransi , partner bisnis ) merupakan bukti kredibilitas asesmen yang dilakukan oleh ECAI. Kredibilitas dari ECAI juga ditunjukkan oleh adanya prosedur internal untuk mengamankan penyalah gunaan dari informasi yang bersifat konfidensial . Dalam rangka memperoleh pengakuan , suatu ECAI tidak harus melakukan asesmen pada beberapa negara .

Economic Capital (Risk Capital).

Adalah Modal, yang ditempatkan sebagai asset yang berisiko untuk meng-cover kerugian potensial dalam suatu keadaan pasar yang ekstrim.
Terdapat 2 macam kemungkinan kerugian dalam manajemen risiko , yaitu ‘expected loss ‘ dan ‘unexpected loss’. Expected loss lazimnya telah disediakan covernya berupa ‘provision’ (dapat dalam bentuk PPAP) dan unexpected loss juga perlu disediakan cover nya berupa economic capital.
Gagasan awalnya adalah untuk memperkirakan capital yang dibutuhkan untuk suatu bisnis yang berdiri sendiri (stand alone) untuk suatu proyek tertentu.
Economic Capital disebut juga sebagai Economic Risk Capital atau Risk Capital .
Risk dalam kaitan ini merupakan komposit risiko dari Risiko Kredit , Risiko Pasar dan Risiko Operasional yang merupakan perwujudan dari jumlah capital yang memadai (sufficient) untuk melindungi bank dari kemungkinan kerugian yang besar pada portofolio bank sampai pada tingkat kemungkinan kerugian tertentu.
Perusahaan (bank) menggunakan economic capital untuk tujuan :
 Untuk meyakini suatu tingkat capital yang aman , menjaga dari bencana dan memenuhi ketentuan tentang penyediaan capital minimum ( capital requirements)
 Untuk meyakini bahwa risiko telah dikelola sebagaimana mestinya dan untuk menilai apakah biaya premi asuransi dan biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian manajemen (management control) benar-benar efektif sesuai tujuannya.
 Untuk meyakini bahwa perusahaan (bank) tidak melakukan penggunaan capital kelebihan (over capitalized)
 Untuk meyakini bahwa capital digunakan secara efisien dan memberikan hasil terbaik ( best return ) , mengevaluasi dan menganalysis strategi dan menopang proses pengambilan keputusan.

Enterprise Risk Management (ERM).

Merupakan suatu konsep manajemen risiko yang dikembangkan oleh COSO (lihat→ COSO) yang mendefinisikan bahwa ERM adalah suatu proses yang dilaksanakan secara efektif (diefektifkan) oleh Dewan Komisaris, Direksi , dan personel lainnya dari perusahaan , yang diterapkan sesuai strategi yang telah ditetapkan dalam seantero organisasi , yang dirancang untuk mengidentifikasi kejadian yang potensial yang dapat berakibat buruk bagi perusahaan , dan mengelola risiko sesuai risk appettite , dan untuk memberikan keyakinan/kepastian yang reasonable tentang pencapaian tujuan perusahaan
Terdapat 4 (empat) kategori tujuan (Objectives) dalam ERM :
• Strategic – arah/tujuan tujuan utama, yang menopang misi perusahaan.
• Operations – effektif dan effisien dalam menggunakan sumber daya
• Reporting – akurat, tepat waktu dan dapat dipercaya
• Compliance – mematuhi hukum dan ketentuan yg berlaku.
Coso juga menetapkan 8 Components dari Enterprise Risk Management ;
• Internal Environment
• Objective Setting
• Event Identification
• Risk Assessment
• Risk Response
• Control Activities
• Information and Communication
• Monitoring
Hubungan antara Objectives dan Components adalah, objectives merupakan sesuatu yang perusahaan berusaha untuk mencapainya sedangkan komponen merepresentasikan sebagai sesuatu yang dibutuhkan untuk mencapai objectives itu.

Equity Investment Risk.

Adalah risiko yang dihadapi bank Islam , yang timbul karena memasuki suatu kerjasama untuk tujuan melakukan atau berpartisipasi dalam suatu pembiayaan tertentu atau pada suatu kegiatan bisnis secara umum sebagaimana diuraikan dalam akad, dan dengan mana penyedia dana ikut menaggung risiko bisnis.
Karakteristik equity investment risk dimaksud , termasuk dalam mempertimbangan kualitas partner, kegiatan bisnis yang mendasari (underlying business activity) dan hal-hal yang sedang berjalan lainnya. Sesuai sifatnya, tipe equity investment ini di sajikan sebagai satu kesatuan risiko yang dikaitkan dengan Mudarib atau partner Musharakah , kegiatan dan operasi bisnis

Expected Loss (EL).

Adalah taksiran kerugian atau kerugian yang diperkirakan apabila terjadi ‘default’ oleh obligor atau debitur terhadap fasilitas (kredit) yang diberikan bank. EL menjadi dasar perlunya dilakukan pembebanan propisi kredit di-awal pemberian kredit dan menjadi dasar pula dalam menetapkan pencadangan kredit bermasalah (PPAP)
Expected Loss merupakan cerminan dari risiko kredit yang dapat dihitung dengan berbagai pendekatan. Expected Loss dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
EL = PD x LGD x M
dimana
EL = Expected Loss
PD = Probability of Default , yaitu taksiran tingkat kerugian kredit
(dalam %) yang dapat dihitung berdasarkan beberapa metodologi dan dengan memperhatikan jenis/sifat kredit).
LGD = Loss Given Default , yaitu eksposur pada saat kredit mengalami
Default yang juga dapat dihitung dengan berbagai metodologi
M = Maturity , jangka waktu maturity dari kredit yang bersangkutan.
Lihat juga → ‘ Economic Capital ‘


Expected shortfall (ES)

Istilah ini berkaitan dengan proposal Bank for International Settlement tentang Basel III, adalah suatu contoh dari risk metric yang mempertimbangkan  suatu hasil (outcome) dalam range yang lebih lebar dibandingkan VAR (Value At Risk). Tidak seperti VAR, Expected Shortfall (ES) mengukur ke-risikoan (riskiness) dari suatu instrument dengan mempertimbangkan baik besarnya kerugian maupun kemungkinan terjadinya kerugian diatas suatu ‘treshold’ tertentu ( misal 99 %). Dengan cara ini, ES memperhitungkan ‘tail risk’  dalam suatu cara yang lebih komprehensif. Sesuai dengan itu , Komite Basel mengusulkan penggunaan ES sebagai ‘internal models-based approach’ dan juga cendrung  untuk menggunakan methodology ES dalam menetapkan bobot risiko pada ‘standardised approach’.


Fasilitas Likuiditas atau Liquidity Facility (dalam sekuritisasi aset).

Adalah fasilitas talangan yang diberikan kepada Penerbit EBA (Efek Beragun Aset) untuk mengatasi mismatch pembayaran kewajiban kepada pemodal. Pemodal (investor) adalah pihak yang membeli EBA.
Setiap penyediaan fasilitas likuiditas oleh bank wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : Diperjanjikan pada awal aktivitas sekuritisasi aset yang antara lain menetapkan :
 Jumlah Falisitas Likuiditas yang diberikan , dan
 Jangka waktu perjanjian
b. Jangka waktu fasilitas likuiditas maksimum 90 (sembilan puluh ) hari
c. Jumlah fasilitas Likuiditas yang dapat diberikan oleh bank yang juga bertindak sebagai Kreditur Asal maksimum sebesar 10 % (sepuluh persen) dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan.
d. Hanya dapat ditarik apabila :
1 Aset keuangan yang dialihkan berkualitas baik dan bernilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah penarikan Fasilitas Likuiditas ; atau
2 Telah memperoleh jaminan Kredit Pendukung atas seluruh Aset Keuangan yang Dialihkan apabila aset keuangan tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada d. 1 diatas.
e. Jumlah Fasilitas Likuiditas yang dapat ditarik oleh Penerbit EBA adalah jumlah terkecil antara :
1 Jumlah aset keuangan yang dialihkan berkualitas baik ; atau
2 Julah aset keuangan yang dialihkan yang tidak berkualitas baik namun telah dijamin oleh Kredit Pendukung ; atau
3 Jumlah yang diperjanji-kan.
f. Memiliki hak menerima pembayaran lebih dahulu atas setiap arus kas aset keuangan yang dialihkan dibandingkan dengan hak Pemodal.
g. Hanya dapat digunakan untuk mengatasi mistmatch dan langsung digunakan untuk membayar kewajiban pembayaran kepada Pemodal , dan
h. Tidak dapat ditarik setelah Kredit Pendukung digunakan seluruhnya.
Jumlah penyediaan Fasilitas Likuiditas sebagaimana dimaksud diatas tidak dapat diubah selama jangka waktu perjanjian.


Financial instrument.

Istilah ini berkaitan dengan proposal Bank for International Settlement tentang Basel III , adalah setiap kontrak yang meningkatkan baik suatu aset finansial dari suatu entity maupun  suatu financial liability atau instrument equity  dari entity lain. Financial instrument mencakup baik ‘primary financial instrument’  (atau cash instrument ) maupun  derivative financial instrument.  Suatu aset finansial adalah setiap aset seperti kas , atau aset finansial lainnya atau hak kontraktual untuk menukar aset aset finansial atau suatu equity instrument dengan persyaratan ada potensi yang menguntungkan. Suatu financial liability adalah kewajiban kontraktual untuk menyerahkan  kas atau asset financial  atau penukaran financial liability  yang berpotensi mendatangkan kerugian. 

Gapping Strategy.

Adalah strategi Bank dalam mengambil posisi untuk memperoleh keuntungan dari trend perubahan suku bunga, yang secara umum adalah sebagai berikut : Long Position ; Apabila sukubunga cendrung naik , maka Bank akan melakukan pinjaman dalam jangka panjang dan ditempatkan dalam jangka pendek. Dalam posisi ini sukubunga jangka pendek lebih tinggi dari sukubunga jangka panjang. Short Position ; Apabila trend sukubunga diperkirakan akan turun , Bank akan melakukan pinjaman dalam jangka pendek dan menempatkannya dalam jangka panjang. Dalam situasi ini sukubunga jangka pendek lebih rendah dari sukubunga jangka panjang

Hedging.

Adalah langkah yang diambil untuk melindungi nilai rupiah dari aktiva maupun pasinva valuta asing (umpamanya US Dollar) dari kurs valuta asing yang berfluktuasi.
Hedging dapat dilakukan dengan mengikat aktiva atau pasiva valuta asing tersebut secara Swap atau Opsi atau kontrak berjangka.
Contoh pengikatan secara Swap sebagai berikut :
Suatu perusahaan meminjam pada kreditur dalam valuta asing sejumlah US. 200.000, yang harus dikembalikan 6 bulan yang akan datang.
Agar terhindar dari risiko kenaikan nilai tukar, perusahaan tersebut melakukan transaksi swap yaitu penjualan secara tunai dan pembelian US Dollar secara berjangka untuk 6 bulan yang akan datang dengan kurs sekarang. Perusahaan memperoleh rupiah dan membayar premi swap, namun untuk 6 bulan yang akan datang saat kreditnya harus dibayar, perusahaan sudah terlindung dari melonjaknya kurs karena sudah membelinya secara kontrak berjangka.

Hurdle Rate.

Adalah tingkat sukubunga minimal yang harus diterima oleh bank dalam investasi atau pemberian kredit setelah diperhitungkan risiko . Hurdle Rate merupakan titik break even dalam kalkulasi harga pokok dana yang dialokasikan setelah risiko atas investasi/pemberian loan tersebut diperhitungkan.
Hurdle Rate = Cost of Money + O/H +Risk , dengan demikian maka
Credit Price = Hurdle Rate + profit margin.

Intraday / Daylight Limit Per Currency.

Adalah penetapan open position per currency selama jam kerja.
Pertimbangan dalam penetapan limit ini adalah, gejolak kurs , kemampuan dan pengalaman dealer sertra keberania n dalam mengambil risiko (risk appetite).

Investment Risk Reserve (IRR).

Isilah ini dapat diterjemahkan sebagai ‘Cadangan Risiko Investasi’ (CRI),digunakan pada Lembaga Keuangan Islam/Bank Islam, adalah suatu jumlah yang sesuai atau pantas yang disisihkan oleh Lembaga Keuangan Islam diluar pendapatan pemegang rekening investasi, setelah dialokasikan kepada Mudarib sebagai pemegang saham dalam rangka melindungi dampak dari risiko kerugian investasi pada masa depan pada pemegang rekening investasi. Syarat dan kondisi dimana CRI dapat disisihkan dan penggunaannya harus setelah ada persetujuan Dewan komisaris Lembaga Keuangan Islam yang bersangkutan


Kegiatan Structured Product.

Adalah aktivitas dan/atau proses yang dilakukan sehubungan dengan perencanaan, pengembangan, penerbitan, pemasaran, penawaran, penjualan, pelaksanaan operasional, dan/atau penghentian aktivitas terkait dengan Structured Product.
Bank hanya dapat melakukan Kegiatan Structured Product setelah memperoleh:
a. persetujuan prinsip untuk melakukan Kegiatan Structured Product; dan
b. pernyataan efektif untuk penerbitan setiap jenis Structured Product, dari Bank
Indonesia.
Bank umum devisa hanya dapat melakukan transaksi Structured Product yang dikaitkan dengan variabel dasar berupa nilai tukar dan/atau suku bunga.
Bank umum bukan devisa hanya dapat melakukan transaksi Structured Product yang dikaitkan dengan variabel dasar berupa suku bunga. Bank yang melakukan transaksi Structured Product dengan Nasabah dalam bentuk kombinasi instrumen derivatif dengan derivatif, wajib meminta kepada Nasabah untuk memberikan agunan berupa kas dengan jumlah paling kurang 10 % (sepuluh persen) dari nilai nosional transaksi pada saat transaksi.

Komite Manajemen Risiko (KMR).

Adalah suatu lembaga dalam organisasi bank yang dibentuk dalam rangka pelaksanaan proses dan sistim manajemen risiko yang efektif dalam organisasi bank.
Anggota KMR terdiri dari mayoritas Direksi bank termasuk Direktur Kepatuhan (Compliance Director) serta Pejabat Eksekutif terkait. Pejabat eksekutif adalah pejabat bank satu tingkat dibawah Direksi yang memimpin satuan kerja operasional dan Satuan Kerja Manajemen Risiko. Keanggotaan pejabat eksekutif dalam Komite Manajemen Risiko disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan bank.
Wewenang dan tanggung jawab Komite Manajemen Risiko adalah memberikan rekomendari kepada Direktur Utama yang sekurang-kurangnya meliputi :
a. Penyusunan kebijakan , strategi dan pedoman penerapan manajemen risiko.
b. Perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan Manajemen Risiko berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan dimaksud
c. Penetapan (justification) hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregularities)
Keanggotaan Komite Manajemen Risiko dapat berupa keanggotaan tetap dan tidak tetap sesuai dengan kebutuhan bank.

Komite Pemantau Risiko.

Adalah komite yang membantu dewan Komisaris bank dalam hubungannya dengan tugas-tugas dewan Komisaris dalam pengawasan pelaksanaan manajemen risiko dalam bank.
Anggota Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari :
a. Seorang Komisaris Independen
b. Seorang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan , dan
c. Seorang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang manajemen risiko
Komite Pemantau Risiko diketuai oleh Komisaris Independen. Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite Pemantau Risiko.
Komisaris Independen dan Pihak Independen yang menjadi anggota Komite Pemantau Risiko paling kurang 51 % dari jumlah anggota Komite Pemantau Risiko.
Anggota Komite Pemantau Risiko wajib memiliki integritas , akhlakdan moral yang baik.
Komite Pemantau Risiko paling kurang melakukan :
a. Evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan tersebut .
b. Pemantauan dan evaluasi pelaksanan tugas Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko, guna memberikan rekomendasi kepada dewan Komisaris.

Komite Remunerasi dan Nominasi.

Adalah komite yang membantu tugas dewan Komisaris bank dalam evaluasi kebijakan Renumerasi pengurus dan pejabat eksekutif bank serta pegawai secara keseluruhan. Serta pengusulan Nominasi pengurus dan anggota komite-komite dibawah Komisaris.
Anggota Komite Renumerasi dan Nominasi paling kurang terdiri dari :
a. seorang Komisaris Independen
b. seorang Komisaris, dan
c. seorang Pejabat Eksekutif
Komite Renumerasi dan Nominasi diketuai oleh Komisaris Independen. Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite Nominasi dan Renumerasi. Dalam hal anggota Komite Renumerasi dan Nominasi ditetapkan lebih dari 3 (tiga) orang, maka anggota Komisaris Independen paling kurang berjumlah 2 (dua) orang.
Komite Renumerasi dan Nominasi mempunyai tugas dan tanggung jawab paling kurang :
(1) terkait dengan kebijakan renumerasi :
a. melakukan evaluasi terhadap kebijakan renumerasi , dan
b. memberikan rekomendasi kepada dewan Komisaris mengenai :
o kebijakan renumerasi bagi dewan Komisaris dan Direksi untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham
o Kebijakan renumerasi bagi Pejabat Eksekutif dan pegawai secara keseluruhan untuk disampaikan kepada Direksi.
(2) Terkait dengan kebijakan nominasi :
a) menyususn dan memberikan rekomendasi mengenai sistem serta prosedur pemilihan dan/ atau penggantian anggota dewan Komisaris dan Direksi kepada dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham
b) memberikan rekomendasi mengenai calon anggota dewan Komisaris dan/atau Direksi kepada dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham
c) memberikan rekomendasi mengenai Pihak Independen yang akan menjadi anggota Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko khususnya dari Pihak Independen.

Laporan Rencana dan Pelaksanaan Pengalihan Aset Keuangan (dalam sekuritisasi asset).

Adalah Laporan yang wajib disampaikan oleh Kreditur Asal , Penyedia Kredit pendukung , penyedia Fasilitas Likuiditas penyedia Jasa atau Bank Kustodian kepada Bank Indonesia tentang rencana dan pelaksanaan pengalihan Aset Keuangan dalam rangka Sekuritisasi Aset sebagai berikut :
1. Bank yang berfungsi sebagai Kreditur Asal , wajib menyampaikan :
a. Laporan rencana pengalihan asset keuangan dalam rangka aktivitas Sekuritisasi Aset secara menyeluruh paling lambat 30 (tigapuluh hari) sebelum perjanjian pengalihan asset keuangan ditanda tangani, dan
b. Laporan pelaksanaan pengalihan asset keuangan dalam rangka aktivitas Sekuritisasi Aset secara menyeluruh paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah perjanjian pengalihan asset keuangan ditandatangai.
2. Bank yang berfungsi sebagai Penyedia Kredit Pendukung , penyedia Fasilitas Likuiditas Penyedia Jasa atau Bank Kustodian namun bukan sebagai Kreditur Asal, wajib menyampaikan laporan pelaksanaan aktivitas paling lambat 7 hari kerja setelah perjanjian ditanda tangani.
3. Laporan pada angka 1 dan 2 tersebut diatas wajib dilengkapi dengan data dan
informasi yang berkaitan dengan aktivitas Sekuritisasi Aset.
Dalam hal bank melakukan lebih dari satu fungsi dalam satu aktivitas Sekuritisasi Aset , bank wajib menyampaikan laporan berbagai fungsi tersebut sebagai suatu kesatuan.

Limit Risiko.

Adalah batas risiko yang ditetapkan sebagai perwujudan dari prosedur dalam pengelolaan risiko. Limit risiko harus disertai dengan prosedur dalam menetapkannya dan kaji ulang terhadap limit yang ditetapkan secara berkala untuk memberikan keyakinan kepada manajemen bahwa limit yang ditetapkan masih relevan dan efektif. Penetapan jenis limit antara lain sebagai berikut :
o Transaksi (transaction /product limit)
o Mata uang (currency limit)
o Volume transaksi ( turn over limit)
o Posisi terbuka (open position limit
o Kerugian (cut loss limit)
o Intra hari (intraday limit)
o Nasabah dan counterparty ( individual borrower and counterparty limit).

Loss Given Default,

Adalah besarnya tingkat kerugian yang diakibatkan kegagalan debitur memenuhi kewajiban, yang dapat diukur berdasarkan beberapa pendekatan, antara lain Expected Recoveries, Collateral Shortfall, dan Loss on Disposal. Lihat juga → Expected Loss (EL).

Manajemen Risiko (Risk Management).

Adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk meng- identifikasi , mengukur , memantau dan mengendalikan Risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.

Manager Risiko Bank .

Adalah Direksi dan Pejabat Bank yang membawahi pengelolaan dan atau pengambilan keputusan risiko sesuai kewenangannya pada Core Risk Taking Unit , Supporting Risk Taking Unit , Satuan Kerja Manajemen Risiko ( Risk Management Unit) , Satauan Kerja Audit Intern dan Satuan Kerja Kepatuhan.


Market liquidity

Istilah ini berkaitan dengan proposal Bank for International Settlement tentang Basel III. Secara umum , Market Liquidity dapat didefinisikan sebagai kapasitas untuk meng offset atau meng-eliminasi suatu posisi risiko, dalam periode jangka pendek pada harga pasar yang berlaku (current). Untuk tujuan merevisi kebutuhan modal (capital requirements) bagi ‘trading book’ , Komite Basel menyetujui bahwa perbedaan (difrensiasi) dari Market Liquidity terhadap posisi posisi risiko akan didasarkan pada konsep ‘liquidity horizons’.
Suatu liquidity horizons merepresentasikan waktu yang diperlukan untuk menjual suatu financial instrument , atau melakukan hedge semua risiko yang material , dalam kondisi pasar yang tertekan (stress) , tanpa secara materil, berakibat pada harga pasar

Maturity Gap Limit.

Adalah penetapan jumlah Gapping yang dapat dilakukan menurut maturitynya dengan tujuan membatasi kerugian karena mismatch antara jumlah dan jangka waktu penarikan dana dengan jumlah dan jangka waktu penempatan dana.
Gapping adalah pengelolaan terhadap perbedaan jatuh tempo dan volume antara penarikan dana dengan penempatan dana

Middle Office .

Adalah satuan kerja dalam lingkungan Treasury Department yang melakukan fungsi manajemen risiko secara khusus bagi keperluan Treasury Department.
Middle office merupakan “ dapur” dari Treasury Department yang menerima dan mengolah serta menganalisa data untuk mengidentifikasi , menghitung , memonitor dan mengendalikan risiko yang berkaitan dengan transaksi yang dilakukan oleh Treasury Department. Middle office bekerja secara independent dan memasok laporan untuk keperluan ALCO dan Direksi bank.
Middle office pada dasarnya melakukan “fungsi kaji ulang risiko “ (risk review function) pada kegiatan Treasury sehari-hari.
Pada bank yang sudah mengembangkan spesialisasi , middle office di-isi oleh orang-orang yang mempunyai keahlian dan pengetahuan yang relevan.
Methodology dalam analisis dan pelaporan dapat berbeda antara satu bank dengan bank lainnya tergantung tingkat kerumitan dan eksposur risiko pasar. Begitu pula kebutuhan pelaporan berbeda menurut kebutuhan mulai dari simple gap analysis sampai Computerised VAR models. Middle office dapat menyajikan forecast (simulasi) yang menggambarkan akibat berbagai kemungkinan perubahan kondisi pasar dan pengaruhnya terhadap eksposure risiko bank. Bank yang mengunakan VAR atau methodology model tertentu , harus meyakini bahwa ALCO mengerti dan memahami sifat dari output , bagaimana kesimpulan diambil , asumsi dan variable yang digunakan untuk sampai pada hasil akhir dan kelemahan dari methodology yang digunakan.
Bagi bank yang belum mungkin membentuk Middle Office sebagai suatu departement sendiri yang terpisah , tetap harus di usahakan agar fungsi middle office tersebut terpisah dan independent terhadap fungsi treasury sebagai Risk Taking Unit.
Mengenai VAR (Value at Risk)  lihat Value at Risk (VAR)

Migration Analysis.

Adalah analisa yang umumnya digunakan untuk menaksir kerugian karena perubahan kualitas kartu kredit dengan menggunakan internal loan grading system (rating system) dan bukan berdasarkan pengalaman kerugian sebagaimana halnya pendekatan Historical Loss Rate. Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisa tingkat migrasi outstanding kredit dari grade tertinggi ke grade terendah. Dalam portofolio kartu kredit, umumnya loan grading ditentukan berdasarkan periode tunggakan (delinquency stage). Selanjutnya, tingkat migrasi dihitung berdasarkan persentase nilai kredit atau jumlah rekening yang berpindah dari satu periode tunggakan terendah ke periode tunggakan dimana kartu kredit dinilai tidak akan tertagih (default). Selanjutnya, tingkat migrasi tersebut digunakan untuk menentukan tingkat kerugian kelompok kartu kredit berdasarkan setiap periode tunggakan.

Monte Carlo Simulation .

Metode Monte Carlo merupakan satu dari banyak metode untuk menganalisa penyebaran/distribusi yang tidak pasti (uncertainty propagation) , yang bertujuan untuk menetapkan bagaimana variasi random ( random variation ) , kekurangan tahuan (lack of knowledge) , atau efek dari suatu kesalahan (error) terhadap sensitifitas , kinerja (performance) atau dapat dipercayanya (reliability) dari suatu sistem yang dijadikan model.
Simulasi Monte Carlo dikategorikan sebagai ‘metode sampling’ karena input nya dikembangkan secara random dari distribusi probabilitas (probability distribution) untuk mensimulasikan proses sampling dari suatu populasi actual.. Dipilih suatu distribusi untuk input yang paling sesuai (most closely match) dengan data yang sudah dipunyai, atau merupakan representasi terbaik sepanjang pengetahuan perusahaan . Data yang dihasilkan dari simulasi dapat mewakili distribusi probabilitas (atau suatu histogram) atau dikonversi menjadi diagram batang (error bars) , prediksi tentang tingkat kepercayaan ( reliability predictions), zone toleransi ( tolerance zones) dan confidence intervals.
Tahapan tahapan dalam Simulasi Monte Carlo yang berhubungan dengan uncertain propagation dapat diimplementasikan melalui excel untuk model yang sederhana. Yang perlu dilakukan adalah mengikuti 5 tahapan (Step) sebagai berikut :
 Step 1 : Membuat suatu parametric model :
y = f( x , x ……., x )
 Step 2 : Mengambil input secara random :
x.i.1, xi.2 ,…….., x.i.n
 Step 3 : Lakukan evaluasi/perhitungan sesuai Model,
simpan hasilnya sebagai y.1
 Step 4 Ulangi Step 2 dan 3 untuk nilai = 1 sampai n.
 Step 5 : Analisa hasilnya; menggunakan histogram , kesimpulan (summary) statistik , confident interval dan sebagainya.
Monte carlo simulation dapat digunakan dalam menghitung Probability of Default (PD) yaitu risiko kegagalan kredit dalam suatu rencana portofolio kredit bank.

Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan (dalam sekuritisasi aset).

Adalah nilai terbesar antara :
a. Nilai bersih yang dapat direalisasi (net realize value) yaitu jumlah uang yang diperkirakan dapat diperoleh    
    dari transaksi penjualan aset keuangan yang dialihkan pada tanggal transaksi setelah dikurangi dengan
    biaya-biaya transaksi , dan
b. Nilai buku aset keuangan yang dialihkan setelah diperhitungkan cadangan khusus penyisihan penghapusan
    aktiva sebagaimana ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
    Umum

Pembelian kembali atau Clean up Call (dalam sekuritisasi aset).

Adalah pembelian seluruh sisa aset keuangan yang dialihkan sebelum jatuh tempo oleh penyedia jasa. Lihat juga ; Aset yang dialihkan , dan Penyedia Jasa (servicer).

Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

Adalah pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai standard dalam melakukan penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang paling kurang memuat :
a. Penerapan Manajemen Risiko Secara Umum,
yang mencakup mengenai pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
b. Penerapan Manajemen Risiko untuk Masing-Masing Risiko,
yang mencakup penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Risiko yang meliputi 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi.
c. Penilaian Profil Risiko,
yang mencakup penilaian terhadap Risiko inheren dan penilaian terhadap kualitas penerapan Manajemen Risiko yang mencerminkan sistem pengendalian Risiko (risk control system), baik untuk Bank secara individual maupun untuk Bank secara konsolidasi. Penilaian tersebut dilakukan terhadap 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risik Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Dalam melakukan penilaian profil Risiko, Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum.

Pemodal atau Investor (dalam sekuritisasi asset).

Adalah pihak yang membeli EBA. Dalam hal bank sebagai Pemodal , diberlakukan ketentuan sebagai berikut :
(1) Bank dapat memiliki EBA melalui pembelian secara tunai , atau dalam hal bank sebagai Kreditur Asal dapat juga melalui tukar menukar dengan Aset Keuangan yang Dialihkan
(2) EBA yang dimiliki bank diperlakukan sebagai penyediaan dana dan diperhitungkan dalam Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dengan ketentauan sebagai berikut :
a. Untuk EBA berupa senior tranche merupakan komponen aktiva tertimbang menurut risiko.
b. EBA berupa junior tranche merupakan faktor pengurang modal sebagaimana fasilitas penanggung risiko pertama yang menjadi pengurang modal sebesar, nilai terkecil antara jumlah fasilitas penanggung risiko pertama dan jumlah beban modal (capital charge) dari nilai Aset Keuangan yang Dialihkan.
(3) Bank sebagai Pemodal yang juga bertindak sebagai Kreditur Asal hanya dapat membeli EBA maksimum sebesar 10 % dari nilai Aset Keuangan yang Dialihkan
(4) Pembelian EBA sebesar 10 % diatas maksimum sebesar penyediaan dana sesuai ketentuan BMPK yang berlaku.
(5) Dalam hal bank tidak memenuhi ketentauan angka 3 tersebut diatas , Bank wajib memperhitungkan pembelian EBA tersebut sebagai penyediaan dana dan diperhitungkan dalam Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sebagai faktor pengurang Modal sebesar nilai terkecil antara jumlah pembelian EBA dan jumlah beban Modal dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan , serta sebagai komponen aktiva tertimbang menurut risiko sebesar EBA yang dibeli.

Penerbit Efek Beragun Aset.

Adalah badan hukum , Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) atau bentuk lain sesuai ketentuan yang berlaku , yang mempunyai tujuan khusus melakukan aktivitas Sekuritisasi Aset.
 Lihat juga Special Purpose Entity (SPE) .


Penilaian Profil Risiko  
                                                                                           
Penilaian faktor Profil Risiko adalah penilaian terhadap Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Dalam menilai Profil Risiko, Bank wajib pula memperhatikan cakupan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Ini merupakan standar minimum yang wajib digunakan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank. Namun demikian, Bank dapat menggunakan parameter/indikator tambahan yang sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank sehingga dapat mencerminkan kondisi Bank dengan lebih baik.     (3). (Sumber   :  Bank Indonesia).       

Penilaian Risiko Inheren .   
                                                                                                                                                         Adalah  penilaian atas Risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas Bank, industri dimana Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi.
Penilaian atas Risiko inheren dilakukan dengan memperhatikan parameter/indikator yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Penetapan tingkat Risiko inheren atas masing-masing jenis Risiko mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penetapan tingkat Risiko inheren untuk masing-masing jenis Risiko dikategorikan ke dalam peringkat 1 (low), peringkat 2 (low to moderate), peringkat 3 (moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan peringkat 5 (high).
 (3). (Sumber  :  Bank Indonesia).

Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko.

Adalah penilaian terhadap kecukupan sistem pengendalian Risiko yang mencakup seluruh pilar penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penerapan Manajemen Risiko Bank sesuai prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
Penerapan Manajemen Risiko Bank sangat bervariasi menurut skala, kompleksitas, dan tingkat Risiko yang dapat ditoleransi oleh Bank. Dengan demikian, dalam menilai kualitas penerapan Manajemen Risiko perlu diperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.
Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko merupakan penilaian terhadap 4 (empat) aspek yang saling terkait yaitu:  (i) tata kelola Risiko; (ii) kerangka Manajemen Risiko; (iii) proses Manajemen Risiko, kecukupan sumber daya manusia, dan kecukupan sistem informasi manajemen; serta (iv) kecukupan sistem pengendalian Risiko, dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko terhadap keempat aspek tersebut di atas dilakukan secara terintegrasi.
Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko dilakukan terhadap 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi.
Tingkat kualitas penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Risiko dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yakni
Peringkat Peringkat 1 (strong), Peringkat 2 (satisfactory), Peringkat 3 (fair), Peringkat 4 (marginal), dan Peringkat 5 (unsatisfactory).

Penilaian Risiko Inheren .                                                                                                        

Adalah  penilaian atas Risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas Bank, industri dimana Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi.
Penilaian atas Risiko inheren dilakukan dengan memperhatikan parameter/indikator yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Penetapan tingkat Risiko inheren atas masing-masing jenis Risiko mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penetapan tingkat Risiko inheren untuk masing-masing jenis Risiko dikategorikan ke dalam peringkat 1 (low), peringkat           2 (low )to moderate), peringkat 3 (moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan peringkat 5 (high). 

Penilaian Profil Risiko                                                                                             

Penilaian faktor Profil Risiko adalah penilaian terhadap Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Dalam menilai Profil Risiko, Bank wajib pula memperhatikan cakupan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Ini merupakan standar minimum yang wajib digunakan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank. Namun demikian, Bank dapat menggunakan parameter/indikator tambahan yang sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank sehingga dapat mencerminkan kondisi Bank dengan lebih baik.   

Penyedia Jasa atau Servicer (dalam sekuritisasi aset).

Adalah pihak yang menata-usahakan , memproses , mengawasi , dan melakukan tindakan-tindakan lainnya dalam rangka mengupayakan kelancaran arus kas aset keuangan yang dialihkan kepada penerbit sesuai perjanjian antara pihak tersebut dengan Penerbit Efek Beragun Aset , termasuk memberikan peringatan kepada Reference Entity apabila terjadi keterlambatan pembayaran , melakukan negosiasi dan menyelesaikan tuntutan.
Bank yang berfungsi sebagai Penyedia Jasa wajib memenuhi persyaratan antara lain sebagai berikut :
1 Diperjanjikan pada awal aktivitas Sekuritisasi Aset , dan
2 Didukung oleh sistem administrasi yang memadai
Bank sebagai Penyedia Jasa dapat melakukan pembelian kembali EBA dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Nilai sisa Aset Keuangan yang Dialihkan maksimum sebesar 10 % (sepuluh persen ) dari nilai Aset Keuangan yang dialihkan
b. Biaya yang ditanggung oleh bank lebih besar dari pendapatan yang diperoleh dari penatausahaan aset keuangan yang dialihkan ; dan
c. Dalam hal Bank juga merupakan Kreditur Asal dan penyedia Kredit Pendukung , Pembelian Kembali tidak digunakan untuk menghindari kerugian yang harus ditanggung oleh Kreditur Asal sebagai penyedia Kredit Pendukung.
Pembelian kembali yang dilakukan tidak memenuhi persyaratan dimaksud diatas diperlakukan sebagai Penyedia Kredit Pendukung.

Peralatan (tools) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan melakukan asesmen terhadap Risiko Operasional.

Adalah berbagai data dan informasi yang bisa difungsikan sebagai alat identifikasi dan asesmen terhadap Risiko Operasional , yaitu :
(a) Audit Findings.
Walaupun audit finding difokuskan terhadap pengendalian ataskelemahan dan kerawanan , namun audit juga mampu untuk melihat risiko yang inherent tentang faktor faktor internal dan eksternal.
(b) Internal Loss Data Collection and Analysis.
Data internal tentang kerugian operasional menyajikan informasi yang berarti dalam melakukan asesmen terhadap eksposure risiko moperasional dan efektivitas pengendalian intern. Analisis terhadap kejadian (events) yang menimbulkan kerugian dapat menjadi pera;atan untuk melihat sebab suatu kerugian besar yang terjadi dan apakah kegagalan pengendalian itu dapat diisolasi atau atau sudah bersifat sistemik. Bank dapat pula memanfaatkannya untuk menangkap dan memonitor kontribusi risiko operasional terhadap risiko kredit dan risiko pasar yang terkait dengan kerugian dan untuk mendapatkan pandangan yang lebih komplit terhadap risiko operasional.
(c) External Data Collection and Analysis.
Elemen elemen data eksternal terdiri dari ‘ jumlah kerugian operasional (gross) ‘ , hari/tanggal ; recoveries ; dan informasi tentang sebab sebab kerugian yang relevan yang terjadi pada organisasi selain dari bank . Data kerugian eksternal dapat dibandingkan dengan data kerugian internal , atau digunakan untuk eksplorasi kemungkinan kelemahan lingkungan pengendalian (control environment) atau untuk melihat kemungkinan eksposure risiko yang tidak teridentifikasi sebelumnya.
(d) Risk Assessments.
Risk assesmen t sering diartikan sebagai Self Risk Assesment (SRA), dimana suatu bank berdasarkan teori /kepustakaan melakukan asesmen terhadap potensi yang dapat menjadi ancaman dan kerawanan /kegawatan serta memperkirakan dampak/akibatnya. Pendekatan serupa , berupa ‘Risk Control Self Assesment’ , secara khusus mengevaluasi risiko inheren ( risiko sebelum pengendalian dipertimbangkan ), efektivitas dari lingkungan pengendalian , dan residual risk ( eksposur risiko setelah pengendalian dipertimbangkan). Score cards dibuat berdasarkan RCSA dengan membobot residual risk , untuk menyediakan alat untuk menerjemahkan output RCSA kedalam metrics yang memberikan rangking (secara relative ) kepada lingkungan pengendalian (control environment).
 (e) Business Process Mapping.
 Business process mappings (BPM) mengidentifikasi langkah langkah kunci dalam proses bisnis, kegitan kgiatan serta fungsi fungsi organisasi. Disamping itu BPM juga mengidentifikasi point point kunci risiko dalam proses bisnis secara overall. Peta (maps) dari proses dapat mengungkapkan risiko risiko individual, risiko yang saling terkait dan area area pengendalian atau kelemahan kelemahan manajemen risiko. BPM juga dapat membantu menetapkan priorotas dalam tindakan manajemen selanjutnya.
(f) Risk and Performance Indicators.
 Risk and performance indicator adalah ‘mertics risiko’ dan atau statistik yang menyediakan alat penglihatan terhadap eksposur risiko bank. Indikator risiko sering dirujuk sebagai Indikator indikator Risiko Kunci (Key Risk Indicators atau KRI) , digunakan untuk memonitor pengarah utama (main drivers) dari eksposur yang dikaitkan dengan risiko risiko kunci. Performance Indicators sering dianggap sebagai Indikator Indikator Performance Kunci (Key Performance Indicators/ KPI’s) , digunakan untuk melihat kelemahan kelemahan operasional, kegagalan dan potensi kerugian. Risk and performance Indicators sering dipasangkan dengan peningkatan ancaman sebagai peringatan dini dalam melakukan pendekatan terhadap tingkat risiko yang sudah melebihi ambang batas atau limit yang memerlukan tindakan segera.
 (g) Scenario Analysis.
Skenario analisis adalah proses untuk mendapatkan ‘pendapat ahli’ dari business line dan manajer risiko untuk mengidentifikasi kejadian (events) yang potensial dalam risiko operasional dan asesmen terhadap akibat yang potensial. Skenario analisis adalah suatu alat yang efektif untuk mempertimbangkan sumber sumber yang potensial dari risiko operasional yang signifikan dan kebutuhan bagi penambahan pengendalian manajemen risiko atau solusi untuk mitigasi risiko. Mengingat subjektivitas dari proses scenario , suatu kerangka kerja yang kokoh penting bagi integritas dan konsistensi dari suatu proses.
(h) Measurement.
Bagi Bank yang lebih besar mungkin akan memberikan manfaat untuk menghitung eksposur risko operasional mereka dengan menggunakan hasil dari asesmen tools risiko , sebagai input bagi suatu model untuk memperkirakan eksposur risiko operasional. Hasil dari model itu dapat dialokasikan kepada ‘business line’ untuk mengkaitkan antara ‘risk and return’
(i) Comparative Analysis.
 Comparative Analyisis adalah membandingkan hasil hasil adari berbagai asesmen tools untuk mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif terhadap profil risiko operasional bank . Misalnya ; perbandingan antara frequensi dan tingkat kesahihan data dengan RSCA dapat membantu bank dalam menetapkan apakah proses asesmen berfungsi secara efektif. Data sekenario dapat dibandingkan dengan data internal dan ekstern al untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik atas kesahihan eksposur bank terhadap kejadian (events) atas risiko yang potensial.

Portfolio Risk Management.

Adalah pengelolaan terhadap risiko portofolio perdagangan (trading port folio) yang dilakukan bank , baik dalam transaksi surat berharga (securities) maupun posisi valuta asing . Lazimnya kegiatan trading bank mencakup keputusan sebagai berikut
 Beli (buy)
 Jual (sell) atau ditahan (hold) dan Hedge.
Port-folio Risk Management (Manajemen Risiko Portofolio) dapat dilihat sebagai suatu hubungan integral antara “ issuer “ dan “investor “ untuk meyakini bahwa bank tidak dibebani dengan assets yang sub-standar (kurang lancar). Dengan demikian pengelolaan ini terkait dengan usaha untuk menjaga dan peningkatan ‘shareholder value’. Cakupan dari manajemen risiko portofolio tidak hanya mengenai risiko kredit , melainkan mencakup pula :
o Owner (pemilik) dari risiko dan capital
o Fund managers dengan kebijakan (discretion) terhadap risiko portofolio perdagangan
o Pendekatan yang mendorong investor (investor driven approach) . Menahan posisi sesuai benchmark yang ditentukan oleh standard pasar (market standards)
Port-folio Risk Management bertindak sebagai pembeli (buyer) , penjual (seller) dan sebagai manager risiko (risk manager). Pada bank-bank dengan aktivitas yang lebih kompleks, kegiatan Port-folio Risk Management mencakup pula credit derivative , assets securitization dan secondary market debt trading

Price Risk.

Adalah risiko terhadap modal (the risk to capital) yang berasal dari perubahan nilai dari portofolio instrument-instrumen keuangan . Price Risk berasal dari kergiatan market – making , dealing serta aktivitas pengambilan posisi (position taking).
Banyak bank menggunakan istilah “Price Risk” interchangeable dengan istilah “Market Risk” . Hal ini karena price risk berfokus pada perubahan faktor-faktor pasar (seperti , suku bunga ; likuiditas pasar , volatilitas dan sebagainya) yang mempunyai pengaruh (effect) terhadap nilai dari instrumen yang diperdagangkan.. Rekening rekening utama yang terpengaruh oleh price risk adalah rekening-rekening yang harus direvaluasi untuk tujuan-tujuan penyajian laporan keuangan ( seperti ‘rekening perdagangan surat berharga ‘ , derivative serta produk-produk foreign exchange). Bank akan menghadapi suatu risiko kerugian pada posisi neraca dan Off Balance Sheet (non neraca) yang timbul karena adanya perubahan (movement) dalam harga pasar.

Prime Rate.

Adalah tingkat bunga yang dikenakan oleh bank kepada nasabah utamanya yang berisiko rendah. Apabila Bank sudah mempunyai Credit Scoring, maka bank mengetahui nasabah mana yang risikonya tinggi dan nasabah mana yang risikonya rendah. Untuk nasabah yang risikonya rendah, maka logis kalau dikenakan beban bunga yang rendah. Sebaliknya nasabah yang risikonya lebih tinggi harus dikenakan bunga yang lebih tinggi sesuai tingkat risiko pemberian kredit kepada nasabah yang bersangkutan. Nasabah “Prima” yaitu nasabah dengan risiko rendah, lazimnya dipakai sebagai patokan dalam pricing. Kepada nasabah dikenakan suku bunga yang disebut sebagai “Prime Rate”. Dan nasabah lain dikenakan suku bunga diatas prime rate secara bertingkat.Contoh sebagai berikut :
Prime Rate pada Bank “APIK
Klas Debitur:-------CreditScoring--------Suku bunga%
Highest Quality---- 1.00 - 1.83-----------14.00 p.a prime rate.
Good Quality--- ----1.84 - 2.66------------ 15.00 p.a
Average ------------2.67 - 3.50------------ 16.00 p.a
Below Average------ 3.51 - 4.34------------ 17.50 p.a
Poor Risk-----------4.35 - 5.17------------ 19.00 p.a
High Risk-----------5.18 - 6.00------------ 21.00 p.a


Prinsip -Prinsip Umum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum

Adalah prinsip prinsip yang diwajibkan Bank Indoneisa kepada Bank Umum sebagai landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank.
1. Berorientasi Risiko.   Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada Risiko-Risiko Bank dan dampak yang ditimbulkan pada kinerja Bank secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan Risiko atau mempengaruhi kinerja keuangan Bank pada saat ini dan di masa yang akan datang. Dengan demikian, Bank diharapkan mampu mendeteksi secara lebih dini akar permasalahan Bank serta mengambil langkah-langkah pencegahan dan perbaikan secara efektif dan efisien.
2. Proporsionalitas .  Penggunaan parameter/indikator dalam tiap faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. 
Parameter/indikator penilaian Tingkat Kesehatan ini merupakan standar minimum yang wajib digunakan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank. Namun demikian, Bank dapat menggunakan parameter/indikator tambahan yang sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank sehingga dapat mencerminkan kondisi Bank dengan lebih baik.
3. Materialitas dan Signifikans. Bank perlu memperhatikan materialitas atau signifikansi faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank yaitu Profil Risiko, GCG, Rentabilitas, dan Permodalan serta signifikansi parameter/indikator penilaian pada masing-masing faktor dalam menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat faktor. Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada analisis yang didukung oleh data dan informasi yang memadai mengenai Risiko dan kinerja keuangan Bank.
4. Komprehensif dan Terstruktur. Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta difokuskan pada permasalahan utama Bank. Analisis dilakukan secara terintegrasi, yaitu dengan mempertimbangkan keterkaitan antar Risiko dan antar faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank serta perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan. Analisis harus didukung oleh fakta-fakta pokok dan rasio-rasio yang relevan untuk menunjukkan tingkat, trend, dan tingkat permasalahan yang dihadapi oleh Bank.

Probability of Default,

Adalah tingkat kemungkinan kegagalan debitur memenuhi kewajiban, yang dapat diukur berdasarkan beberapa pendekatan, antara lain Migration Analysis, Roll Rates, Vintage Analysis, dan Default Rate. Lihat juga → : Expected Loss.

Profit Equalisation Reserve (PER).

Istilah ini dapat diterjemahkan sebagai ‘Cadangan Pensetaraan Keuntungan’ (CPK) adalah jumlah yang patut atau pantas dikeluarkan / disisihkan oleh Lembaga Keuangan Islam dari gross income, sebelum dialokasikan kepada Mudarib sebagai pemegang saham, untuk mempertahankan suatu tingkat pengembalian investasi bagi Pemegang Rekening Investasi dan meningkatkan owner’s equity. Dasar untuk perhitungan jumlahnya agar sesuai / pantas harus ditetapkan lebih dulu dan dilaksanakan menurut kondisi perjanjian yang diterima oleh Pemegang Rekening Investasi dan setelah di review dan disetujui oleh Dewan komisaris LKI. Dalam yurisdiksi tertentu, otoritas pengawasan (dhi pengawasan Bank atau LKI), menetapkan syarat-syarat dalam membentuk CPK (Cadangan Persetaraan Keuntungan).

Proyeksi arus kas.

Adalah proyeksi seluruh arus kas masuk dan arus kas keluar termasuk kebutuhan
pendanaan untuk memenuhi komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif. Proyeksi arus kas menyajikan arus kas yang berasal dari aset, kewajiban, dan rekening adminisitratif serta kegiatan usaha lainnya dan dipetakan ke dalam skala waktu berdasarkan asumsi yang digunakan. Asumsi juga digunakan untuk menghitung arus kas dari posisi likuiditas yang memiliki jatuh tempo secara kontraktual. Proyeksi arus kas harus disusun paling kurang setiap bulan dengan periode proyeksi sesuai kebutuhan Bank dengan memperhatikan struktur aset, kewajiban, dan rekening administratif, yang paling kurang meliputi periode 1 (satu) bulan. Pembagian periode proyeksi arus kas ke dalam skala waktu disesuaikan dengan Laporan Profil Maturitas. Cakupan pos aset, kewajiban, dan rekening administratif dalam proyeksi arus kas disesuaikan dengan struktur aset, kewajiban, dan rekening administratif masing-masing Bank. Dalam hal Bank memiliki posisi likuiditas dalam valuta asing, maka Bank harus menyusun proyeksi arus kas dalam valuta asing.

RAROC (Risk Adjusted Return of Capital).

Risk Adjusted Return Of Capital (RAROC) dikenal juga sebagai Return of Risk Adjusted Capital (RORAC) atau Risk Adjusted Return On Risk Adjusted Capital ( RARORAC) adalah suatu tool dalam Manajemen Risiko dalam rangka mengetest /menguji suatu risiko kredit dalam konteks manajemen risiko pada suatu bank.
RAROC dipopulerkan oleh Bankers Trust sejak tahun 1979 yang kemudian diikuti dan dipakai oleh berbagai bank sebagai suatu system dalam alokasi economic capital dan menilai performance dari capital yang di-alokasikan pada berbagai satuan (unit) bisnis dalam bank.
Perhitungan RAROC :
Rumus /formula untuk menghitung RAROC juga mengalami perkembangan dibandingkan dengan Rumusan pada waktu pertama kali diperkenalkan oleh Bankers Trust. Dalam implementasi RAROC , masing-masing bank menggunakan rumus perhitungan yang berbeda walaupun prinsip perhitungan yang digunakan tetap tidak berubah.
Formula versi Bank Boston yang digunakan pada tahun 1996. :
RAROC = (Revenue – Expenses – Expected Loss) / Risk Adjusted Capital.
(Risk Adjusted Capital dikenal juga dengan istilah Economic Capital )
→ Lihat Economic Capital.
Perhitungan yang lebih mendetail adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh
Joel Besis (Lihat Kepustakaan No. 20) sebagai berikut :
RAROC = { r x A - i x D - el x A – oc x A } / K.
dimana :
A = Exposure
r = Asset all in return (%)
i = Cost of debt. This cost include any credit spread applicable to the bank
D = Allocated debt
oc = Operating Cost (%)
el = Expected Loss (%)
K = Allocated capital
k = Hurdle Rate
Rumus diatas dapat lebih disederhanakan . Mengingat A = D + K , maka apabila formula dibagi dengan nilai asset , Rumus diatas akan menjadi :
RAROC = (A/K) x (r – el – oc ) – i x (D/K) .
→ RAROC = i + ( A/K) x ( r – i – el – oc ).

Rate of Return Risk.

Rate of return risk adalah risiko yang dihadapi oleh Lembaga Keuangan Islam /Bank Islam berasal dari berbagai posisi neraca. Lembaga Keuangan Islam/Bank Islam menghadapi rate of return risk dalam konteks eksposur neraca mereka secara overall. Rate of return risk berbeda dari risiko sukubunga (interest rate risk) , dimana Lembaga Keuangan Islam lebih concern terhadap hasil dari kegiatan investasi mereka pada akhir periode investasi, hasil tersebut tidak dapat diprediksi secara pasti.
Faktor utama yang meningkatkan rate of return risk yang dihadapi LKI adalah peningkatan tingkat sukubunga tetap jangka panjang di pasar. Suatu konsekwensi dari rate of return risk mungkin adalah ‘displaced commercial risk’ . Lihat : Displaced Commercial Risk.

Rating System Design (Rancangan Sistem Rating ).

Adalah Perancangan sistem rating yang meliputi semua metode , proses , pengendalian dan pengumpulan data serta Sistem Teknologi Informasi (IT system) yang menopang asesmen terhadap risiko kredit , penyusunan rating risiko internal , dan penghitungan default serta penaksiran kerugian.
Dalam setiap klas asset (asset class) , suatu bank dapat memanfaatkan beragam metodologi rating / sistem. Umpamanya , suatu bank dapat membuat sistem rating untuk suatu industri spesifik tertentu , atau segmen pasar tertentu ( missal, middle market atau Corporate) . Jika suatu bank memilih untuk menggunakan multiple system , dasar untuk mengelompokkan suatu debitur kedalam suatu sistem rating haruslah didokumentasikan dan diterapkan sedemikian rupa agar benar-benar merupakan pencerminan terbaik tingkat risiko dari debitur tersebut. Bank seyogianya tidak mengelompokkan debitur kedalam berbagai rating system secara “tebang pilih “( a cherry picking by choice of rating system) dalam rangka memperkecil KPMM (Kebutuhan Penyediaan Modal Minimum) . Bank harus menunjukkan kepada Otoritas Pengawasan Bank (Banking Supervisor) bahwa sistem yang digunakan memenuhi persyaratan KPMM dan dilakukan secara “ongoing basis”. Petunjuk diatas diberikan BIS bagi bank yang akan melaksanakan IRB (Internal Risk Based ) approach dalam penghitungan CAR/KPMM

Rasio Kebutuhan Kas (pada BPRS).

Adalah perhitungan kebutuhan kas BPRS yang didasarkan pada perbandingan antara alat likuid berupa kas, dan antarbank aktiva yang tidak diblokir yaitu giro, tabungan dan deposito jatuh tempo dengan kewajiban likuid berupa kewajiban segera, simpanan dana nasabah tidak terkait yaitu tabungan dan deposito jatuh tempo serta antarbank pasiva tidak terkait yaitu tabungan dan deposito jatuh tempo.

Rasio Likuiditas,

Adalah rasio keuangan yang menggambarkan indikator likuiditas dan/atau mengukur kemampuan Bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.

Reference Entity.

Adalah pihak yang berutang atau mempunyai kewajiban membayar (obligor) dari asset yang menjadi subjek (underlying reference asset ) , termasuk :
a. Penerbit dari Surat Berharga yang ditetapkan sebagai asset yang mendasari (underlying refernce asset).
b. Pihak yang berkewajiban melunasi piutang dari kredit atau tagihan yang dialihkan dan ditetapkan sebagai asset yang mendasari (underlying reference asset)


Revised standardised approach

Istilah ini berkaitan dengan proposal Bank for International Settlement tentang Basel III, adalah revisi yang diusulkan Komite Basel terhadap pendekatan standar dalam memperhitungkan kebutuhan modal sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam Basel II, khususnya terhadap pendekatan penetapan modal dengan menggunakan metode standar (Standardised approach)
Dijelaskan bahwa ‘Standardised Approach’ itu mempunyai dua tujuan utama . Pertama ; menyediakan suatu metode dalam memperhitungkan kebutuhan modal bagi bank bank yang bisnis modelnya tidak memerlukan perhitungan yang rumit (sophisticated) dalam mengukur risiko pasar (misalnya bank bank kecil atau bank yang bisnisnya hanya menyangkut  financial instruments yang relatif sederhana). Kedua ; menyediakan suatu tempat penampungan (‘fallback’) dalam hal suatu bank (atau sebagian ‘trading desk, nya) dimana  internal model risiko pasarnya tidak memadai (inadequate).  Dengan dua tujuan ini dalam pikiran , Komite Basel mengadopsi prinsip prinsip berikut sebagai rancangan revisi untuk ‘standardiused approach’ :
·            -   Improved risk sensitivity
·            -   Credible calibration
·            -   Simplicity, transparency and consistency
·            -    Limited model reliance
·           -   Credible fallback
Untuk mengatasi kekurangan standardised measurement method (SMM), Komite Basel mengusulkan suatu pendekatan “ partial risk factor” sebagai suatu revisi standardized approach . Ini didasarkan pada penerapan bobot risiko pada nilai nilai instrument pasar (market values of instruments), untuk  memperkuat hedging dan difersifikasi yang mencerminkan kehati hatian . Komite basel juga melakukan 42 review secara fundamental terhadap umpan balik tentang‘trading book’ pada suatu pendekatan “fuller risk factor”sebagai alternatif terhadap pendekatan  ‘revised standard’ . Pengukuran pengukuran ini didasarkan pada distribusi faktor faktor risiko menurut resep dari regulator. Komite Basel punya kecendrungan untuk mengimplementasikan satu pendekatan ‘singgle standardized ‘ bagi seluruh bank.  

Risiko ekuitas.

Adalah risiko kerugian akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading Book yang disebabkan oleh perubahan harga saham

Risiko Hukum .

Adalah Risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Hukum, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) faktor litigasi; (ii) faktor kelemahan perikatan; dan (iii) faktor ketiadaan/perubahan peraturan perundang-undangan. 

Risiko Kepatuhan (Compliance Risk).

Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber Risiko Kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kepatuhan, parameter/indikator yang digunakan adala
(i) jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan, (ii) frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track record ketidakpatuhan Bank, dan (iii) pelanggaran terhadap ketentuan atau standar bisnis yang berlaku umum untuk transaksi keuangan tertentu. 

Risiko Kinerja Proyek (Project Performance Risk) .

Adalah risiko yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek, yang antara lain meliputi risiko lokasi dan risiko operasional.

Risiko Komoditas.

Adalah risiko kerugian akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading Book dan Banking Book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas

Risiko Konsentrasi Kredit

Adalah Risiko Kredit  yang  diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko Konsentrasi Kredit ini   wajib diperhitungkan pula dalam penilaian Risiko inheren. Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi; (ii) kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan; (iii) strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana; dan (iv) faktor eksternal. 

Risiko Kredit (Credit Risk).

Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada seluruh aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjampeminjam dana (borrower). Risiko Kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko ini lazim disebut Risiko Konsentrasi Kredit dan wajib diperhitungkan pula dalam penilaian Risiko inheren.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi; (ii) kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan; (iii) strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana; dan (iv) faktor eksternal.

Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk).

Adalah risiko kredit yang timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar;
b. nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variable pasar tertentu;
c. transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrument keuangan;
d. karakteristik risiko bersifat bilateral yaitu (i) apabila nilai wajar kontrak bernilai positif maka Bank terekspos Risiko Kredit dari pihak lawan, sedangkan (ii) apabila nilai wajar kontrak bernilai negatif maka pihak lawan terekspos Risiko Kredit dari Bank.

Risiko Kredit akibat kegagalan setelmen (settlement risk).

Adalah risiko kredit yang timbul akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari transaksi penjualan dan/atau pembelian instrumen keuangan. Bank wajib memantau Risiko Kredit akibat kegagalan setelmen atas transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan sejak hari pertama terjadinya kegagalan setelmen.

Risiko Kredit untuk Transaksi Derivatif.

Adalah nilai pasar (mark to market value) dari seluruh perjanjian atau kontrak yang menjanjikan keuntungan yang belum dapat direalisir namun secara potensial dapat menjadi kerugian bagi bank apabila pihak lawan wan-prestasi.

Risiko Likuiditas.

Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Risiko ini disebut juga Risiko likuiditas pendanaan (funding liquidity risk).  Risiko Likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan Bank melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption) yang parah. Risiko ini disebut sebagai Risiko likuiditas pasar (market liquidity risk).
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Likuiditas, parameter yang digunakan adalah: (i) komposisi dari aset, kewajiban dan transaksi rekening administratif; (ii) konsentrasi dari aset dan kewajiban; (iii) kerentanan pada kebutuhan pendanaan; dan (iv) akses pada sumber-sumber pendanaan. 

Risiko Operasional (Operational Risk).

Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Sumber Risiko Operasional dapat disebabkan antara lain oleh sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Operasional, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) karakteristik dan kompleksitas bisnis; (ii) sumber daya manusia; (iii) teknologi informasi dan infrastruktur pendukung; (iv) fraud, baik internal maupun eksternal, dan (v) kejadian eksternal.

Risiko pasar (Market risk).

Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga option. Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, Risiko ekuitas, dan Risiko komoditas. Risiko suku bunga dapat berasal baik dari posisi trading book maupun posisi banking book. Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko ekuitas dan komoditas wajib diterapkan oleh Bank yang melakukan konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Cakupan posisi trading book dan banking book mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan memperhitungkan Risiko Pasar.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Pasar, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) volume dan komposisi portofolio, (ii) kerugian potensial (potential loss) Risiko Suku Bunga dalam Banking Book (Interest Rate Risk in Banking Book-IRRBB) dan (iii) strategi dan kebijakan bisnis. 

Risiko pasar (pada Lembaga Keuangan Islam/Bank Islam).

Didefinisikan sebagai risiko kerugian pada posisi neraca atau non neraca (on & off balance sheet) yang timbul dari pergerakan harga pasar, misalnya fluktuasi dalam nilai yang diperdagangkan, aset yang dapat dipasarkan dan disewakan (termasuk sukuk) dan dalam portofolio individual pada sisi non neraca (umpamanya rekening-rekening investasi terbatas / ristricted). Risiko yang terkait dengan volatilitas nilai pasar spesifik asset sekarang dan yang akan datang (umpamanya , harga komoditi dari asset Salam, harga pasar dari Sukuk, harga pasar dari assets Murabahah yang dibeli yang akan diserahkan pada suatu periode waktu tertentu) serta kurs fx

Risiko Politik (Political Risk).

Adalah risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan/tindakan//keputusan sepihak dari Pemerintah atau Negara yang secara langsung dan signifikan berdampak pada kerugian finansil Badan Usaha , yang meliputi pengambil alihan kepemilikan asset , risiko perubahan peraturan perundang-undangan dan risiko pembatasan konversi mata uang dan larangan repatriasi dana.
Pengertian diatas berkaitan dengan “Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko atas penyediaan Infrastruktur”.

Risiko Reputasi.

Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam mengkategorikan sumber Risiko Reputasi bersifat tidak langsung (below the line) dan bersifat langsung (above the line). Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait; (ii) pelanggaran etika bisnis; (iii) kompleksitas produk dan kerjasama bisnis Bank; (iv) frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negatif Bank; dan (v) frekuensi dan materialitas keluhan nasabah.

Risiko Stratejik.

Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan Bank dalam mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik antara lain ditimbulkan dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan strategi, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Stratejik, parameter/indikator yang digunakan adalah:  
(i) kesesuaian strategi bisnis Bank dengan lingkungan bisnis;  (ii) strategi berisiko rendah dan berisiko tinggi; (iii) posisi bisnis Bank; dan (iv) pencapaian rencana bisnis Bank. 

Risiko Suku Bunga (Interest Rate Risk).

Risiko suku bunga adalah risiko kerugian yang timbul akibat pergerakan suku bunga dipasar yang berlawanan dengan posisi atau transaksi bank yang mengandung risiko suku bunga.
Identifikasi dan pengukuran Risiko Suku Bunga :
1. Bank wajib melakukan identifikasi risiko suku bunga secara tepat yang terdapat pada aset , transaksi derivatif dan instrumen keuangan lain baik pada aktivitas fungsional tertentu maupun aktivitas bank secara keseluruhan.
2. Pengukuran risiko suku bunga :
a) Aset , kewajiban dan rekening administratif yang akan dilakukan mark to market di kelompokkan kedalam trading book sedangkan transaksi dan posisi yang tidak dilakukan mark to market dikelompokkan kedalam banking book.
b) Umumnya posisi banking book tersebut tidak ditujukan untuk keuntungan jangka pendek namun akan dipelihara sampai jatuh tempo (hed to maturity) seperti surat-surat berharga atau obligasi pada portofolio investasi.
c) Proses mark to market merupakan salah satu teknik yang mencerminkan nilai aset , transaksi derivatif , dan instrumen keuangan lainnya sekaligus merupakan metode yang tepat untuk mengukur posisi risiko aset dan instrumen keuangan tersebut.
d) Penilaian mark tro market wajib mengacu kepada PBI No.5/12/PBI/2003 tgl 17 juli 2003 mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan memperhitungkan risiko pasar.
e) Dst.

Risk Appetite

Adalah patokan dalam menyetujui atau menolak suatu permohonan kredit. Patokan ini adalah tingkat risiko tertentu yang menjadi batas antara risiko yang akseptabel dan risiko yang tidak akseptabel dan ditetapkan Direksi berdasarkan pertimbangan subjektif (selera) karena itu disebut sebagai “Risk Appetite”. Contoh sebagai berikut :
Berdasarkan Keputusan Direksi Bank, ditetapkan “Risk Appetite“ adalah pada angka 3.00 (lihat Gambar dibawah), maka setiap permohonan kredit dengan credit scoring diatas 3.00 ditolak dan permohonan kredit dengan credit scoring dibawah 3.00 diterima.

Credit Scoring “Bank AAA”
Highest Quality----- 1.00 - 1.83
Good Quality-------- 1.84 - 2.66
Average ------------ 2.67 –
-----------------------2.70
-----------------------2.80
---------------------- 2.90
---------------------- 3.00 Risk appetite.
---------------------- 3.10
---------------------- 3.20
---------------------- 3.30
---------------------- 3.40
----------------------------- 3.50
Below Average------ 3.51 - 4.34
Poor Risk------------- 4.35 - 5.17
High Risk------------- 5.18 - 6.00

Risk Assessment .

Adalah proses menyeluruh ( overall process) mengenai analisa risiko (risk analysis) serta evaluasi terhadap risiko (risk evaluation)
Risk analysis adalah suatu penggunaan informasi yang tersedia secara sistematik untuk menentukan seberapa sering munculnya suatu kejadian tertentu (event) serta konsekwensi kerugian yang diakibatkannya.
Sedangkan Risk Evaluation adalah proses yang dilaksanakan untuk menetapkan prioritas manajemen (management priorities) dengan membandingkan tingkat risiko terhadap standar yang telah ditetapkan sebelumnya , tingkatan target risiko (target risk levels) atau kriteria-kriteria lainnya

Risk factor

Istilah ini berkaitan dengan proposal Bank for International Settlement tentang Basel III,adalah suatu penentu utama dari perubahan nilai dari suatu transaksi yang digunakan untuk mengquantifikasi risiko. Posisi Risiko disusun dalam model berdasarkan  faktor faktor risiko 

Risk Management Framework

Adalah suatu kerangka kerja yang meliputi seluruh risiko yang dikelola, proses/sistem dan prosedur untuk mengelola risiko , peranan serta tanggung jawab dari tiap individu yang terlibat dalam manajemen risiko.
Kerangka kerja ini harus cukup luas untuk mencakup semua risiko dari suatu bank yang diungkapkan dan hendaknya cukup fleksibel untuk mengakomodasi risiko atas perubahan kegiatan bisnis bank.
Suatu kerangka kerja manajemen risiko yang efektif akan mencakup :
a. Definisi yang jelas tentang kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang mancakup Identifikasi risiko , akseptasi , pengukuran , pemantauan , pelaporan dan pengendalian.
b. Pembentukan struktur organisasi yang secara jelas mendefinisikan peranan dan tanggung jawab setiap individu yang terlibat dalam manajemen Risk Taking Unit. Bank dalam memperkuat fungsi manajemen risiko dapat/dimungkinkan untuk membentuk satuan pengawasan overall manajemen risiko bagi bank, seperti pembentukan departemen yang terpisah, atau Komite Manajemen Risiko yang dapat melaksanakan fungsi tersebut. Struktur pengawasan harus sedemikian rupa sehingga dapat secara efektif melakukan monitoring dan pengendalian terhadap risiko yang diambil. Individu yang bertanggung jawab melakukan fungsi kaji ulang (risk review ; internal audit , compliances ) harus independen terhadap risk taking unit dan memberikan laporan langsung kepada dewan komisaris atau direksi yang tidak terlibat dalam pelaksanaan bisnis oleh risk taking unit.
c. Harus ada system informasi yang efektif untuk meyakini bahwa arus informasi dari level operasional kepada direksi berjalan efektif dan terdapat suatu sistem yang berfungsi melaksanakan pengamatan terhadap kelainan (pengecualian). Harus ada suatu prosedur khusus tentang ukuran-ukuran terhadap sesuatu yang dinilai menyimpang.
d. Kerangka kerja harus mempunyai suatu mekanisme untuk meyakini bahwa system kaji ulang yang sedang berjalan, kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang dilaksanakan mengadopsi pula kemungkinan perubahan yang dapat terjadi

Risk Management Process.

Adalah serangkaian langkah yang dilakukan untuk :
1. mengidentifikasi dan menganalisa eksposure yang dapat menyebabkan kerugian
2. mengukur kerugian pada eksposur dimaksud
3. memilih teknik tertentu atau kombinasi dari teknik-teknik yang diperlukan untuk menangani eksposur tersebut
4. meng-implementasikan teknik yang dipilih
memantau keputusan yang sudah diambil dan melakukan perubahan yang diperlukan.

Risk position

Istilah ini berkaitan dengan proposal Bank for International Settlement tentang Base lIII, adalah suatu posisi yang dibentuk secara konseptual yang mempresentasikan suatu aspek risiko tertentu yang berkaitan dengan suatu transaksi dalam suatu model risiko pasar atau suatu  pendekatan standard terhadap risiko  pasar. Misal : Suatu Obligasi dengan denominasi suatu mata uang yang berbeda dengan mata uang dimana bank tersebut berada mungkin perlu dipetakan dalam suatu posisi risiko untuk Risiko FX (foreign exchange), suatu jumlah dari posisi posisi risiko dari risiko suku bunga (dalam mata uang asing) , dan satu atau lebih posisi posisi risiko untuk risiko kredit

Risk/return paradigm.

Adalah konsep bahwa setiap peningkatan risiko harus sebanding dengan potensi peningkatan penghasilan. Artinya kredit yang berisiko lebih tinggi harus memperoleh kompensasi yang lebih tinggi pula untuk meng-off set (meniadakan) peningkatan risiko kerugian.. Peningkatan kompensasi dapat dalam bentuk ‘cash compensation’seperti tingkat bunga yang lebih tinggi , fee , atau hal lainnya yang sebanding. Atau dapat juga berupa equity seperti ‘warrants ‘, right to invest dsb.

Risk Sharing.

Adalah risiko yang ditanggung.bersama antara bank dan nasabah sesuai porsi masing-masing. Istilah ini berkaitan dengan prinsip pembiayaan bank bahwa bank tidak membiayai keseluruhan biaya suatu proyek investasi atau kebutuhan Modal Kerja nasabah, karena masing-masing pihak harus sharing risiko. Bank hanya memberikan pembiayaan terhadap kekurangan karena itu nasabah sendiri harus mempunyai pangsa “pembiayaan sendiri“ terhadap kebutuhan tersebut.Umpamanya pangsa bank 60% dan nasabah 40% dari kebutuhan pembiayaan. Istilah Risk Sharing digunakan juga apabila beberapa pihak melaksanakan suatu proyek secara bersama dan risiko atas proyek dibagi sesuai besarnya investasi masing-masing pihak.

Risk Weight (Bobot Risiko / Risiko Tertimbang).

Adalah faktor yang digunakan dalam menghitung kebutuhan modal minimum sesuai Kesepakatan Basel (Basle Accord), terutama mencerminkan risiko kegagalan pemenuhan kewajiban (default risk) dan dalam batas tertentu terhadap Country Risk yang diterapkan pada asset bank. Kategorisasi Bobot Risiko atau Risiko Tertimbang adalah 0%; 10%; 20%; 50%; 100%.(Basel I) dan Risk Weght pada Basel II adalah 0 % ; 20 % ;50 % ; 100 % dan 150 %.

Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR).

Adalah satuan kerja dalam organisasi bank yang mengelola risiko bank dengan pedoman sebagai berikut :
i. Struktur organisasi disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha bank serta risiko yang melekat pada bank.
ii. Independen terhadap satuan kerja operasional ( risk taking unit ) dan satuan kerja yang melaksanakan pengendalian intern
iii. Bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama atau kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus.
iv. Wewenang dan tanggung jawab SKMR , meliputi :
a. Pemantauan pelaksanaan manajemen risiko yang telah ditetapkan oleh Direksi
b. Pemantauan posisi risiko secara keseluruhan (composite) , per jenis risiko dan jenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing
c. Kaji ulang secara berkala terhadap proses manajemen risiko
d. Pengkajian usulan aktivitas atau produk baru
e. Evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur risiko , bagi bank yang menggunakan model untuk keperluan intern (internal model)
f. Memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional ( risk taking unit ) dan atau kepada Komite Manajemen Risiko , sesuai kewenangan yang dimiliki.
g. Menyusun dan menyampaikan laporan profile /komposisi risiko kepada direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus dan Komite Manajemen Risiko secara berkala.

Sistem Informasi Manajemen Risiko Likiditas.

Adalah sistem yang memadai dan andal untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian, serta pelaporan Risiko Likuiditas dalam kondisi normal dan kondisi krisis secara lengkap, akurat, kini, dan utuh. Sistem informasi Manajemen Risiko Likiditas harus dapat menyediakan informasi terkini dan tepat waktu mengenai Risiko Likuiditas kepada Dewan Komisaris, Direksi, dan satuan kerja yang terkait dalam penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas, paling kurang mengenai:
1) arus kas dan profil maturitas dari aset, kewajiban, dan rekening administratif;
2) kepatuhan terhadap kebijakan, strategi, dan prosedur Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas termasuk limit dan rasio likuditas;
3) laporan profil Risiko dan trend likuiditas untuk kepentingan manajemen secara tepat waktu; dan
4) informasi yang dapat digunakan untuk keperluan stress testing.

Special Purpose Entity (SPE).

Adalah perusahaan (corporation , trust ) atau suatu entity lainnya yang dibentuk untuk tujuan yang spesifik , yang kegiatannya dibatasi hanya menyangkut hal yang berkaitan dengan meyelesaikan tujuan dari SPE tersebut, dan strukturnya cendrung memisahkan SPE dari risiko kredit dari kreditur asal atau penjual dari suatu eksposur. SPE lazimnya digunakan sebagai kendaraan keuangan (financing vehicle) dalam penjualan suatu eksposur kepada suatu perusahaan (trust) atau perusahaan sejenis lainnya sebagai tukaran cash atau asset lainnya yang didanai dengan penerbitan surat hutang oleh trust tersebut
Istilah lain yang sering digunakan dengan makna yang sama adalah SPV (Spesial Purpose Vehicle)

Stress Testing.

Adalah salah satu tools dari manajemen risiko yang digunakan untuk meng-evaluasi dampak yang potensial terhadap perusahaan dari suatu kejadian yang spesifik atau pergerakan dalam sejumlah variabel-variabel finansial. Sejalan dengan itu , maka stress testing digunakan sebagai suatu alat tambahan bagi model statistik seperti VAR (Value at Risk ), dan dianggap sebagai komplemen ketimbang sebagai suplemen dari pengukuran-pengukuran statistik.ini. Stress testing dapat dikelompokkan kedalam 2 (dua) kategori, yaitu :
o Scenario Test
o Sensitivity Test.
Dalam Scenario Test , sumber dari kejadian luar biasa (shock) atau Stress Event sudah didefinisikan dengan jelas sebagai parameter risiko keuangan yang terkena dampak dari kejadian (shock) tersebut.
Sebaliknya Sensitivity Test khususnya terhadap parameter-parameter risiko finansial sumber kejadian (shock) tidak ter-identifikasi . Selain itu , time horizone untuk Sensitivity Test pada umumnya lebih singkat , dibandingkan dengan time horizone pada Scenario Test.
Penggunaan dari Stress Test :
o Meliputi analisa dampak kerugian besar dari suatu kejadian (yang mungkin terjadi ) terhadap portofolio .
Tidak seperti VAR yang merefleksikan kecendrungan harga pasar-sehari-hari , stress test mensimulasikan performance portofolio selama periode abnormal. Sejalan dengan itu stress test menginformasikan risiko yang berada diluar cakupan kerangka kerja VAR. Risiko-risiko tersebut meliputi risiko terhadap pergerakan harga yang ekstrim serta hal-hal yang dikaitkan dengan langkah skenario kedepan (forward looking scenario) yang tidak ter-refleksi dari kerangka kerja VAR .
o Memahami profil risiko perusahaan.
Perusahaan menggunakan stress test guna lebih memahami dengan baik profil risiko sendiri. Misalnya stress test yang dilakukan terhadap suatu corporate customer mungkin memperlihatkan bahwa eksposurnya pada level sebagai suatu unit bisnis individual tidak signifikan , namun secara agregat mungkin mempunyai efek negatif yang besar pada bisnis secara overall.
o Limit / Alokasi Kapital atau Verifikasi.
Pada beberapa istitusi Stress Test digunakan oleh direksi sebagai dasar informasi dalam pengambilan keputusan tentang berapa banyak (tingkat) risiko yang dapat diambil dan untuk mengidentifikasi dimana sebenarnya ‘kegawatan’ (vulnerability) dalam portofolio terletak. Dengan kata lain stress test membantu mereka dalam meng-evaluasi toleransi terhadap risiko baik pada tingkat perusahaan maupun pada tingkat divisi , serta memahami kombinasi risiko yang dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Hal-hal ini secara langsung atau tidak langsung akan terkait dengan alokasi kapital (Capital allocation).
o Perencanaan bisnis
Salah satu inovasi dalam stress testing adalah penggunaannya untuk perencanaan bisnis. Dalam beberapa perusahaan stress test dilihat dalam konteks tidak hanya mengenai perubahan dalam nilai item-item dalam on and off Balance Sheet perusahaan , tetapi juga akibatnya dalam pendapatan (revenue) perusahaan pada tahun berikutnya. Hal ini membantu manajemen untuk memutuskan apakan type kejadian tertentu merupakan ancaman terhadap ‘underlying business’ mereka dan apakah perhitungan kebutuhan modal (KPMM) masih memadai.

Structured Products.

Adalah produk Bank yang merupakan penggabunganantara 2 (dua) atau lebih instrumen keuangan berupa instrumen keuangan non derivatif dengan derivatif atau derivatif dengan derivatif dan paling kurang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. nilai atau arus kas yang timbul dari produk tersebut dikaitkan dengansatu atau kombinasi variabel dasar seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi dan/atau ekuitas; dan
b. pola perubahan atas nilai atau arus kas produk bersifat tidak reguler apabila dibandingkan dengan pola perubahan variabel dasar sebagaimana dimaksud pada huruf a sehingga mengakibatkan perubahan nilai atau arus kas tersebut tidak mencerminkan keseluruhan perubahan pola dari variabel dasar secara linear (asymmetric payoff), yang antara lain ditandai dengan keberadaan:
1. optionality, seperti caps, floors, collars, step up/step down dan/atau call/put
features;
2. leverage;
3. barriers, seperti knock in/knock out; dan/atau
4. binary atau digital ranges.
Pengertian derivatif dalam pengaturan ini mencakup derivatif melekat (embedded derivatives);
Lebih lanjut, Structured Product merupakan produk keuangan non-konvensional yang distruktur sedemikian rupa berdasarkan kebutuhan dan objektif dari nasabah atau golongan nasabah tertentu. Dengan demikian, dalam penstrukturannya diperlukan keahlian dari pihak-pihak dari berbagai bidang, baik dari aspek keuangan maupun bidang lainnya seperti bidang hukum dan perpajakan.
Kompleksitas yang timbul dari penstrukturan Structured Product akan berakibat pada semakin kompleks pula risiko yang dihadapi Bank, sehingga mengharuskan pula dilakukan penyesuaian yang memadai terkait dengan penerapan prinsip kehati-hatian (prudential principles) dan manajemen risiko, terutama yang terkait dengan pengelolaan dan pengendalian risko yang mungkin timbul dari Structured Product tersebut bagi Bank.
Istilah lain yang juga popular terutama di perbankan Luar Negeri adalah “Structured Finance”.

Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK ).

Adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah Bank. SBDK merupakan hasilperhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu Harga Pokok Dana untuk Kredit atau HPDK, biayaoverhead yang dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan marjin keuntungan (profitmargin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan.
Perhitungan SBDK tersebut belum memperhitungkan komponen premi risiko individual nasabah
Bank yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur.
Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.
Perhitungan SBDK dalam rupiah yang wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia dan dipublikasikan, dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%).

Supporting Risk Taking Unit.

Adalah satuan kerja operasional pendukung yang antara lain meliputi namun tidak terbatas pada kegiatan yang berkaitan dengan hukum , logistik dan sumber daya manusia.

Sumber Risiko Likuiditas.

Adalah sumber yang dapat menimbulkan risiko likiditas bagi bank, meliputi:
1) Produk dan aktivitas perbankan yang dapat mempengaruhi sumber dan penggunaan dana baik pada posisi aset dan kewajiban maupun rekening administratif; dan
2) Risiko-Risiko lain yang dapat meningkatkan Risiko Likuiditas, misalnya Risiko Kredit, Risiko Pasar dan Risiko Operasional.
Analisis terhadap seluruh sumber Risiko Likuiditas dilakukan untuk mengetahui jumlah dan tren kebutuhan likuiditas, serta sumber pendanaan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut

Syariah non compliant risk (pada Lembaga Keuangan Islam/Bank Islam).

Adalah risiko yang timbul dari kegagalan Lembaga Keuangan Islam/Bank Islam dalam mematuhi hukum-hukum dan prinsip-prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah dari Lembaga Keuangan Islam atau badan yang relevan dalam yurisdiksi dimana Lembaga Keuangan Islam beroperasi. Kepatuhan terhadap Syariah penting bagi operasi LKI dan persyaratan kepatuhan harus meresap pada keseluruhan organisasi , produk-produk dan aktivitas mereka. Ketika mayoritas penyedia dana menggunakan layanan bank menganggap kepatuhan terhadap syariah adalah suatu prinsip yang tidak bisa ditawar, maka persepsi terhadap kepatuhan terhadap hukum-hukum dan prinsip-prinsip Syariah adalah sangat menentukan keberlangsungan bisnis dengan mereka. Dalam hubungan ini kepatuhan terhadap Syariah dikategorikan sebagai prioritas tinggi dalam hubungannya dengan risiko lainnya yang diidentifikasi. Jika LKI tidak mematuhi hukum dan prinsip Syariah, transaksi mereka harus dibatalkan dan penghasilan yang berasal dari transaksi tersebut dipertimbangkan sebagai tidak sah (illegitimate)

Systemic Risk.

Adalah suatu Risiko yang dapat mengenai sejumlah besar bank karena situasi tertentu yang mempengaruhi keseluruhan system .

The fuller risk factor approach

Istilah ini berkaitan dengan proposal Bank for International Settlement tentang Base lIII, adalah pendekatan penilaian risiko melalui pemetaan instrument dalam suatu set rumusan ketentuan faktor faktor risiko dan kemudian menerapkannya secara empiris pada standard deviasi yang di kalibrasi dari guncangan pada faktor factor risiko yang mendasari (underlying risk factors).  Bank secara umum akan menggunakan suatu ‘pricing model’ (seperti yang mereka punyai) untuk menentukan ukuran (size) dari posisi risiko dari masing masing instrument yang tidak terlalu rumit untuk menjustifikasi penggunaan suatu ‘pricing model’. Ukuran (size) dari posisi risiko akan didasarkan pada sensitifitas dari instrument-instrumen pada faktor faktor risiko yang dirumuskan. Hedging akan menjadi kelaziman bagi lebih dari satu instrument (dalam hal ini faktor faktor risiko yang dapat di ‘hedge’). Pembebanan modal (capital charge) akan diuraikan dengan menetapkan subjek posisi risiko pada suatu aturan logaritma. Contoh detailnya, bagaimana mengimplementasikan pendekatan ini agar bisa bekerja dalam praktik disajikan oleh Basl Komite dalam suatu ‘annex’ yang dilampirkan pada proposalnya.



The partial risk factor approach .

Istilah ini berkaitan dengan proposal Bank for International Settlement tentang Base lIII, adalah salah satu metode pendekatan penghitungan modal (capital requirements)  yang ditetapkan dilakukan melalui tiga step sebagai berikut :
(1). Menempatkan  semua instrument dalam  rangka merumuskan ‘keranjang’  aset (asset ‘buckets) sampai asset itu memerlukan ‘pemilahan’,
(2). Menghitung  masing masing  beban ‘keranjang‘ modal (capital ‘buckets’) dengan menggunakan  bobot risiko dan korelasi korelasinya yang ditetapkan otoritas pengawasan bank
(3) Menjumlahkan ‘keranjang’ menggunakan suatu metode yang disediakan oleh otoritas pengawasan bank, dalam rangka menetapkan kebutuhan modal

Tiga garis pertahanan dalam Praktik  Manajemen Risiko Operasional yang sehat (Sound Practise  Operational Risk Management ).

Adalah tiga hal yang menjadi dasar sebagai benteng pertahanan dalam pelaksanaan praktik manajemen risiko operasional yang sehat yang di tetapkan oleh Bank for International Settlement, yaitu :
Business line management
Dalam praktik industry perbankan garis pertahanan pertama adalah ‘line management’ itu sendiri.  Artinnya dalam praktik manajemen risiko operasional yang sehat diakui bahwa ‘line management ‘ bertanggung jawab  dalam mengidentifikasi dan mengelola semua risiko yang inherent dalam semua produk , kegiatan dan system yang akuntabel
2    Independent corporate operational risk management function (CORF)
Suatu CORF (Corporate Operational Risk Management Function) yang berfungsi dengan baik merupakan garis pertahanan kedua, umumnya menjadi pelengkap  dalam business line dari kegiatan manajemen risiko operasional.  Tingkat independensi dari CORF berbeda diantara bank bank. Dalam bank bank yang kecil, independensi mungkin dapat dicapai melalui pemisahan tugas (segregation of duties) serta ‘independent review’ terhadap fungsi  fungsi dan proses. Pada bank bank yang lebih besar, CORF mempunyai struktur pelaporan yang independen  terhadap risiko yang dapat terjadi pada  business line, dan bertanggung jawab terhadap  perancangan (design) , pengembangan (development) yang terus menerus dari kerangka kerja risiko operasional  dalam suatu bank. Fungsi ini dapat mencakup  pengukuran (measurement) ,  proses  pelaporan, komite risiko dan pertanggung jawaban  terhadap laporan kepada Komisaris.  Fungsi kunci dari CORF  merupakan pengujian bagi  business line , input bagi , output dari manajemen risiko bank , pengukuran risiko dan system pelaporan.  CORF hendaknya mempunyai pegawai  terlatih yang cukup (sufficient) tentang manajemen risiko operasional, yang secara efektif  diarahkan untuk   berbagai tanggung jawab.
3    An independent review.
Garis pertahanan ke tiga adalah  suatu independen review sebagai pengujian terhadap  pengendalian manajemen risiko operasional , proses dan system. Mereka yang melaksanakan review haruslah  kompeten dan  melalui pelatihan yang sesuai , dan tidak terlibat dalam pengembangan , pengimplementasian dan pengoperasian  kerangka kerja manajemen risiko operasional.  Review ini dapat dilakukan oleh audit atau oleh staf  yang independen dari proses  atau system yang di review , dan dapat pula melibatkan pihak external yang cocok dan qualified.

Total (rate of) Return Swap.

Adalah suatu cara dalam credit risk transfer dimana , protection buyer menukarkan (swap) pendapatan (return ) yang diterima dari reference asset ditambah dengan margin tertentu (termasuk kenaikan nilai reference asset ), kepada protection seller.
Sebagai gantinya protection seller akan memberi pembayaran dalam jumlah tertentu kepada protection buyer.ditambah dengan kompensasi atas turunnya nilai dari reference asset.
Dengan pola transaksi total (rate of ) return swap sebagaimana dijelaskan diatas , maka protection seller mengambil alih keseluruhan risiko kredit (dan risiko pasar) dari reference asset selama periode transaksi.

Trading Book.

Adalah seluruh posisi instrumen keuangan dalam neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif yang dimiliki untuk:
a.tujuan diperdagangkan dan dapat dipindahtangankan dengan bebas atau
dapat dilindung nilai secara keseluruhan, baik dari transaksi untuk
kepentingan sendiri (proprietary positions), atas permintaan nasabah
maupun kegiatan perantaraan (brokering), dan dalam rangk pembentukan
pasar (market making), yang meliputi:
1)posisi yang dimiliki untuk dijual kembali dalam jangka pendek;
2)posisi yang dimiliki untuk tujuan memperoleh keuntungan jangka
pendek secara aktual dan/atau potensial dari pergerakan harga(price movement); atau
3) posisi yang dimiliki untuk tujuan mempertahankan keuntungan arbitrase (locking in arbitrage profits);
b. tujuan lindung nilai atas posisi lainnya dalam Trading Book.

Tranching (dalam Credit Risk Transfer).

Tranching merupakan proses yang digunakan dalam instruments portofolio dan transaksi-transaksi seperti CDO (Collateralised Debt Obligations) dan CLN (Credit Link Notes) untuk melakukan re-engineer profil ‘risiko/hasil’ (risk/return profile) terhadap suatu pool dari aset atau eksposur risiko kredit kedalam beberapa klasifikasi dengan perbedaan tingkat senioritas nya terhadap kemungkinan bangkrut atau penetapan waktu default nya.
Dikenal beberapa tingkatan ‘tranche’sebagai berikut :
o Equity tranche adalah ‘tranche’ yang paling rendah tingkatnya (berarti risikonya paling tinggi) dalam struktur modal. Dia menanggung risiko pertama terhadap keterlambatan pembayaran dan gagal bayar . Tergantung pada kualitas perkreditan dan keragaman aset , ukuran (size) dari ‘equity tranche ‘ bervariasi antara 2 % s/d 15 % dari struktur modal. Equity tranche tidak di-rating
o Mezzanine tranche’adalah tranche berikutnya yang lebih senior. Investor pada ‘mezzanine tranche’ memperoleh proteksi dari ‘equity tranche’ dan hanya akan dibebani kerugian apabila ‘equity tranche’ sudah terpakai. Sebagian besar ‘mezzanine tranche’ memperoleh rating ‘investment grade ‘.
o Senior tranche’ adalah tranche yang lebih tinggi tingkatannya dari tranche lainnya. Dengan demikian investor pada senior tranche hanya akan dibebani apabila equity tranche serta mezzanine tranche telah terpakai semua. Senior tranche’ bahkan sering mencapai rating AAA.
Klasifikasi ‘tranche’ dapat juga menggunakan nama ‘super senior tranche’ ; ‘senior tranche’ dan ‘ equity tranche”

Transaction Limit.

Adalah penetapan maksimum trading yang dapat dilakukan dealer agar tidak terjadi kerugian karena over trading. Penetapan limit ini didasarkan pada kemampuan dan pengalaman dari dealer yang bersangkutan

Validasi (Validation ) dalam credit rating system.

Validasi adalah aspek yang fundamental dari IRB Approach yaitu untuk menguji kesesuaian dan ketepatan system rating yang digunakan bagi bank yang bersangkutan. IRB Approach adalah salah satu alternatif dalam penghitungan Risiko Kredit dalam rangka penetapan CAR . Lihat → Basel II.
Dalam konteks system rating validasi mencakup suatu skala (range) daripada proses dan aktivitas yang memberikan kontribusi dalam menilai apakah asesmen yang dilakukan dalam sistem rating sudah secara cukup memberikan pembedaan terhadap risiko, dan apakah penaksiran terhadap komponen-komponen risiko (seperti PD , LGD , dan EAD) telah secara tepat (appropriately) menunjukkan karakteristik dari aspek-aspek risiko yang relevan. Berikut ini beberapa prinsip dalam pelaksanaan validasi :
Prinsip 1.
Validasi menjadi dasar dalam melakukan asesmen terhadap kemampuan melakukan prediksi terhadap estimasi risiko pada suatu bank serta penggunaan rating dalam proses perkreditan.
Validasi harus difokuskan pada ; asesmen mengenai akurasi estimasi risiko bank kedepan (forward looking ), proses pengerjaan estimasi , kecukupan pengawasan dan prosedur pengendalian ; untuk meyakini akurasi atas estimasi kedepan akan sesuai .
Prinsip 2.
Pelaksanaan validasi merupakan tanggung jawab bank
Hal ini untuk menegaskan bahwa kebenaran validasi bukanlah tanggung jawab dari Otoritas Pengawasan Bank, walaupun otoritas melakukan review yang mungkin mengeceknya dengan cara tersendiri.
Prinsip 3
Validasi adalah suatu proses yang berkesinambungan/ terus menerus.
Dalam konteks ini bank dan Otoritas perlu terus menerus berdialog tentang keunggulan dan kelemahan dari sistem rating dan validasinya yang dilaksanakan suatu bank.
Prinsip 4.
Metode dalam Validasi tidak hanya satu.
Beberapa tools dalam validasi (misalnya , backtesting , benchmarking , replication dsb) mungkin secara spesifik sangat berguna, namun tidak terdapat tool yang secara universal dapat digunakan untuk semua portofolio pada semua bank.
Prinsip No. 5
Validasi harus mencakup elemen-elemen baik kuantitatif maupun kualitatif
Walaupun sebagoian prosesnya murni merupakan pekerjaan teknikal / matematikal dimana hasilnya dibandingkan dengan taksiran menggunakan teknik statistik dan bahkan cara tersebut merupakan cara yang dominan , namur tidak cukup hanya difokuskan pada perbandingan prediksi dengan hasil. Penting juga untuk melakukan asesmen terhadap komponen dari rating system ( data, model dsb) serta struktur dan proses yang dicakup dalam sistem rating. Hal ini meliputi asesmen terhadap pengendalian (termasuk indpendensi), dokumentasi, penggunaan secara internal , serta faktor-faktor kualitatif lainnya yang relevan.
Prinsip No. 6
Proses Validasi serta hasilnya merupakan subjek pemeriksaan secara independen.
Review terhadap proses validasi harus dilakukan oleh pihak yang tidak terlibat dalam pengerjaanya , antara lain oleh Internal Auditor baik menggunakan ‘internal technical expert’ maupun pihak ketiga yang independen . Namur Internal audit mempunyai tanggung jawab terhadap pengawasan (oversight responsibility) untuk meyakini bahwa rancangan dan implementasi proses validasi sudah efektif. (3)
(Sumber : Bank for International Settlement)

Value at Risk (VAR).

Adalah salah satu alat (tools) yang lazim dan banyak digunakan untuk mengukur risiko pasar yang inherent dalam portofolio perdagangan (trading portfolio) Konsep dasarnya adalah ; kerugian yang diperhitungkan dapat dikurangi dengan evaluasi market rate , price observed volatility and correlation..
VAR memberikan ringkasan kerugian maksimum yang diperkirakan (atau kemungkinan terburuk) pada suatu jangka waktu (time horizone) tertentu dengan suatu confidence level tertentu .
Terdapat 3 (tiga ) cara dalam menghitung VAR :
1. Parametric method atau Variance covariance approach
2. Historical simulation
3. Monte Carlo method.
Bank dianjurkan menggunakan kalkulasi profil risiko menggunakan VAR model. Pada bank yang belum mampu , minimal dapat menerapkan methodology kalkulasi risiko yang relatif lebih simpel seperti , maturity mismacth ,sensitivity analysis dan sebagainya

Z . Score (Bankcruptcy Ratio).

Adalah suatu model untuk menghitung kemungkinan suatu perusahaan akan mengalami kebangkrutan . Model ini dikembangkan oleh Edward E Altman pada tahun 1977 menggunakan ‘multivariate techniques’ dan data dari perusahaan-perusahaan besar. Oleh beberapa kalangan bank dipakai untuk menghitung Probability of Default.
Z Score dikalkulasi dengan formula *) sebagai berikut :
Z SCORE = 1,2 A + 1,4 B + 3,3 C +0,6 D + 1.0 E
A = WORKING CAPITAL / TOTAL ASSET
B = RETAIN EARNING / TOTAL ASSET
C = EBIT / TOTAL ASSET
D = EQUITY ** / TOTAL LIABILITY
E = SALES / TOTAL ASSET
Hasil Z Score akan menggambarkan hal-hal sebagai berikut :
o Semakin rendah Score yang diperoleh semakin tinggi kecendrungan kebangkrutan perusahaan.
o Z Score yang lebih rendah dari 1,8 meng-indikasikan perusahaan sedang menuju kebangkrutan
o Perusahaan dengan Z Score diatas 3 , cendrung tidak akan bangkrut
Score antara 1,8 dan 3 merupakan grey area.
* ) Edward E , Altmant , May 2002.
**)Market value

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.