Friday, June 5, 2009

1. BERKAITAN DENGAN OTORITAS PERBANKAN ( BANK INDONESIA. DAN OTORITAS JASA KEUANGAN).

1. BERKAITAN DENGAN OTORITAS PERBANKAN (BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN)


Absorpsi Likuiditas

Adalah pengurangan likuiditas di pasar uang rupiah melalui kegiatan Operasi Moneter.(1).
(Sumber   :   Bank Indonesia)


Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

API merupakan suatu kerangka dasar (arsitektur) sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh yang diimplementasikan secara bertahap selama 10 tahun ke depan. Agar API dapat dijadikan suatu "policy direction" kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang, Bank Indonesia telah menetapkan visi API, yaitu mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna mewujudkan stabilitas sistem keuangan dan mendorong pembangunan ekonomi nasional. Guna mempermudah pencapaian visi API tersebut maka ditetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, yaitu:
1. Terciptanya struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
2. Terciptanya industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
3. Terciptanya good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional.
4. Terciptanya sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.
5. Terwujudnya infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.
6. Terwujudnya pemberdayaan dan perlindungan konsumen pengguna jasa perbankan.
Selanjutnya, dengan memperhatikan visi dan tujuan di atas Bank Indonesia telah menetapkan pula suatu kerangka dasar sebagai acuan dalam penyusunan API yang mempertimbangkan berbagai faktor dinamis yang berada di dalam maupun di luar kendali industriperbankan(1) . (Sumber: Bank Indonesia).
Bank Sentral (Central Bank)
Adalah suatu Bank yang bertindak atas nama “Pemerintahan Suatu Negara“ dengan hak untuk menerbitkan mata uang untuk negara tersebut dan bertanggung jawab dalam pengelolaan uang beredar, tingkat suku bunga, dan ketersedian kredit. Bank Sentral juga mengelola cadangan devisa dan nilai tukar dari mata uang Negara tersebut .

Bank Tunggal.

Adalah Bank Indonesia yang berfungsi sebagai pengelola penerimaan dan pengeluaran yang membebani Rekening Kas Negara.

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Adalah bantuan yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada Bank Umum yang mengalami kesulitan likuiditas. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral mengemban fungsi “Lender of the last resort” dan pemberian BLBI adalah dalam rangka memenuhi fungsi tersebut. Istilah yang dipakai setelah di berlakukannya Undang-Undang RI No.23 tahun 1999 adalah “Bantuan Pendanaan Jangka Pendek”.

Biaya Stabilitas Moneter.

Adalah biaya yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menjaga stabilitas moneter. Biaya tersebut antara lain adalah biaya bunga Sertifikat Bank Indonesia serta biaya intervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Jumlah biaya stabilitas moneter tahun 2005 mencapai Rp.18 triliun sedangkan tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp. 20 triliun.

BI Rate.

Adalah suku bunga dengan tenor 1 (satu) bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter.
BI Rate digunakan sebagai acuan dalam operasi moneter untuk mengarahkan agar RRT (rara rata tertimbang) suku bunga SBI 1 (satu) bulan hasil lelang OPT (Operasi Pasar Terbuka) berada disekitar BI Rate.
Dasar pertimbangan pemilihan SBI 1 bulan :
1. SBI satu bulan telah dipergunakan sebagai benchmark oleh perbankan dan pelaku pasar dalam berbagai aktivitasnya.
2. Penggunaan SBI satu bulan akan memperkuat sinyal respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
3. Dengan perbaikan kondisi perbankan dan sektor keuangan , SBI satu bulan terbukti mampu mentransmisikan kebijakan moneter ke sektor keuangan dan ke ekonomi.
Selanjutnya sukubunga SBI satu bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar Bank) , suku bunga deposito dan kredit serta suku bunga jangka yang lebih panjang.

BI TEGAS.

Adalah etika profesi yang dianut oleh pengawas bank dari Bank Indonesia.
Kata TEGAS adalah kependekan dari Trustwortiness (dapat dipercaya), Esteem (martabat), Governance (tata kelola), Accomplished (kompetensi) dan Secrecy (kerahasiaan). Setiap unsur kata dari TEGAS mengandung makna mendalam untuk diresapi sebagai panduan dalam menjalankan tugas sebagai seorang pengawas bank. Sehingga dengan panduan etika profesi ini diharapkan pengawas bank memiliki integritas, martabat dan profesional dalammenjalankan tugasnya.
Makna kata “Trustworthiness”. Para pengawas bank diharapkan mengedepankan kejujuran hati nurani dalam norma-norma yang wajib dianut dan ditaati oleh semua individu Pengawas Bank dalam menjalankan tugas mereka.
Kata “Esteem” berarti para pengawas bank bertindak profesional dalam menjalankan tugas. Mereka senantiasa memberi kontribusi dalam penegakan martabat dan citra BI selaku otoritas pengawasan bank.
Kata “Governance” dimaksudkan agar dalam menjalankan tugas pengawasan bank, para pengawas membangun dan menjalankan tata kelola yang baik. Bahwa dalam menjalankan tugas keseharian mengawasi bank, para Pengawas Bank di BI juga diawasi oleh pihak pengendaliinternal (audit internal). Begitu pula dalam hal penentuan siapa mengawasi bank apa, akan dilakukan rotasi dalam kurun waktu tertentu selain untuk penyegaran juga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Kata “Accomplished” diarahkan agar para pengawas memiliki dan memakai pengetahuan, ketrampilan, kemampuan yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas.
Pegawai BI yang masuk dalam brigade pengawasan bank, sudah dibekali dengan kompetensi (keilmuan) dan seluk-beluk dalam memahami sepak terjang sebuah bank Dalam tahapan selanjutnya, setiap Pengawas Bank wajib hukumnya memiliki sertifikat pengawas.
Kata “Secrecy” dimaksudkan agar para pengawas bank dapat menjaga kerahasiaan data dan informasi yang dimilikinya. Hati-hati dalam mengelola informasi dan data yang tergolong sensitif. Ia pun diharapkan dapat mematuhi kewenangan dan ketentuan dalam pengungkapan data dan informasi yang berkategori “rahasia”. Para pengawas diharapkan tidak sembarangan dan entengan membicarakan kondisi bank yang sedang diawasi di luar komunitas Pengawas Bank.

BLBI dalam program rekapitalisasi Bank Umum.

Adalah kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas dalam keadaan darurat dan dalam rangka Penjaminan Pemerintah atas dana Pihak Ketiga dan Kewajiban Bank Umum lainnya berdasarkan Keputusan Presiden No.26 tahun 1998 dan Keputusan Presiden No.120 tahun 1998

Cadangan Devisa.

Adalah cadangan devisa negara yang dikuasai Bank Indonesia yang tercatat sebelah sisi aktiva Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat di pergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri

CDO (Cease and Desist Order).

Adalah tindakan yang dapat dilakukan Bank Indonesia selaku Banking Supervisor (Otoritas Pengawasan Bank) terhadap suatu bank yang digolongkan sebagai ‘ Bank Dalam Pengawasan Khusus’ , termasuk melakukan pemeriksaan dan atau menempatkan tenaga pengawas terhadap bank , dalam rangka pengawasan terhadap operasional bank secara umum.

Central Registry.

Adalah fungsi yang dilakukan oleh Bank Indonesia cq Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang – Direktorat Pengelolaan Moneter (PTPU – DPM), Jalan MH Thamrin No.2 Jakarta 10110 untuk melakukan pencatatan kepemilikan surat berharga dengan menggunakan BER (Book Entry Registry) untuk kepentingan Bank dan Sub Registry

Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia.

Adalah rencana pengembangan Perbankan Syariah sampai dengan tahun 2011 , yang dikelompokkan dalam 4 (empat) fokus sasaran , yaitu :
i. Terpenuhinya prinsip syariah dalam operaional Bank Syariah
ii. Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasioanl perbankan syariah
iii. Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien
iv. Terciptanya stabilitas systemic dan serta terrealisasinya kemanfaatan sistem perbankan syariah bagi masyarakat luas.
Cetak biru tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi stake holder perbankan syariah dan melalui cetak biru tersebut diharapkan pangsa pasar peerbankan syariah akan naik secara signifikan

Core Principles.

.Core Principles (Core Principles for Effective Banking Supervision) yang dikenal juga sebagai The Basel Core Principles adalah suatu kerangka kerja yang merupakan standar minimum dalam praktik pengawasan perbankan yang sehat yang aplikabel secara universal. Komite Basel mengembangkan Core Principles dan Methodologinya sebagai kontribusi untuk memperkuat sistem keuangan global. Kelemahan-kelemahan dalam sistem perbankan dalam suatu Negara, baik pada Negara maju maupun pada Negara berkembang dapat mengancam stabilitas keuangan baik bagi dalam negeri itu sendiri maupun secara internasional. Komite Basel meyakini bahwa implementasi core principles pada semua Negara merupakan suatu langkah kedepan yang signifikan bagi perbaikan stabilitas keuangan secara domestik dan internasional, dan menyediakan suatu dasar yang baik untuk kelanjutan pengembangan sistem pengawasan perbankan yang efektif.
Berdasarkan pengalaman pada krisis financial yang terjadi pada beberapa tahun terakhir, Komite Basel terus mengembangkan Core Principles yang sudah direvisi (Revised Core Principles) sehingga menjadikannya sebagai standard yang komprehensif dalam menetapkan suatu pondasi yang sehat bagi regulasi , supervisi, governance dan  manajemen risiko bagi sector perbankan. Berdasarkan ketentuan yang diterbitkan Basel Committee of Banking Supervision – Bank For International Settlement bulan September 2012 , Core Principles di revisi dari 25 prinsip menjadi 29 prinsip yang dipilah menjadi dua kelompok sebagai berikut :
1.      Supervisory Power ;  Responsibilites and functions
2.       Prudential Regulation and requirements.
Secara lebih rinci masing masing sebagai berikut :
Supervisory Power ;  Responsibilites and functions :
Principle No.1.  Responsibilities , objectives and powers
Principle No.2 . Independence , accountability , resourcing and legal protection for supervisors.
Principle No.3 . Cooperation and collaboration
Principle No.4 . Permissible activities
Principle No.5.  Licensing criteria
Principle No.6.  Transfer of significant ownership
Principle No.7.  Major acquisition
Principle No.8.  Supervisory approach
Principle No.9.  Supervisory techniques and tools
Principle No.10.Supervisory reporting
Principle No.11.Corrective and sactioning powers of supervisors
Principle No.12.Consolidated supervision
Principle No.13.Home-host relationship
Prudential Regulations and requirements:
Principle No.14.Corporate governance
Principle No15.Risk Management process
Principle No16.Capital adequacy
Principle No17.Credit risk
Principle No18.Problem assets , provision and reserves
Principle No19.Concentration risk and large exposure limits
Principle No20.Liquidity risk
Principle No21.Country and transfer risk
Principle No22.Market risk
Principle No23.Interest rate risk in the banking book.
Principle No24.Liquidity risk
Principle No25.Operational risk
Principle No26.Internal control and audit
Principle No27.Financial reporting and external audit
Principle No28.Disclosure and transparency
Principle No29.Abuse and financial services. 

Core Principles for Systemically Important Payment System (CP-SIPS).

Adalah prinsip-prinsip dalam system pembayaran yang ditetapkan oleh Bank for International Settlement(BIS) yang dijadikan pedoman oleh Bank Indonesia dalam menetapkan system dan ketentuan BI-RTGS (Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement) sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS harus didasarkan pada dasar hukum yang kuat.
2. Penyelenggara harus menyusun ketentuan dan prosedur yang memberikan kejelasan kepada Peserta mengenai risiko finansial yang dihadapi Peserta
3. Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS harus dilengkapi dengan prosedur yang jelas dalam rangka pengelolaan risiko sistem pembayaran
4. Penyelenggara harus menjamin bahwa disain Sistem BI-RTGS dapat memastikan hal-hal sebagai berikut:
a. Seluruh transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang telah dilakukan Penyelesaian Akhirnyabersifat final dan irrevocable;
b. Penyelesaian Akhir dilakukan secara seketika (real time); dan
5. Penyelesaian Akhir dilakukan dengan menggunakan dana yang tersedia pada Rekening Giro Peserta
6. Sistem BI-RTGS harus diselenggarakan dengan tingkat keamanan yang tinggi dan
dapat berfungsi (available) sepanjang jam operasional yang ditetapkan, serta memiliki
prosedur penanganan dalam kondisi gangguan dan/atau keadaan darurat.
7. Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS harus dapat dilaksanakan secara efisien dan praktis sehingga bermanfaat bagi Peserta dan perekonomian secara umum
8. Penyelenggara harus menjamin bahwa kriteria kepesertaan bersifat objektif dan transparan
9. Penyelenggara harus menerapkan tata kelola yang efektif, akuntabel, dan transparan, yang dilaksanakan antara lain melalui:
a. fungsi internal audit;
b. pengawasan terhadap Sistem BI-RTGS oleh pengawas system pembayaran;
c. pengkonsultasian rencana kebijakan dengan Peserta; dan
d. publikasi laporan.

Daftar pengawasan.

Istilah ini berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan bank oleh Bank Indonesia ,yaitu :
1). daftar bank yang oleh pengawas bank dipandang mempunyai masalah pendapatan atau permodalan yang lemah, yaitu bank dengan peringkat CAMEL di bawah 81; peringkat CAMEL digunakan oleh pengawas bank untuk mengetahui bank yang memerlukan pengawasan ketat,;
2). daftar bank yang menerbitkan sertifikat deposito ke pasar sekunder yang secara potensial neracanya lemah menurut lembaga pemeringkat kredit, seperti Standard & Poor’s;
3) daftar negara yang kemampuan membayar utangnya diamati oleh pengawas dalam hal adanya perubahan kondisi keuangan;
4) semua daftar mengenai pinjaman dan ekspansi kredit yang dikompilasi oleh sebuah bank untuk pengawasan internal (watch list).

Dedicated team.

Adalah team yang dinbentuk BI dalam rangka pelaksanaan RBS, yaitu team yang berisi pemeriksa dan pengawas bank. Dengan peleburan kedua fungsi(Pemeriksaan dan Pengawasan) dalam suatu dedicated team diharapkan tugas pengawasan bank akan lebih efektif. Dalam dedicated team ini ada kelompok pemeriksa bank spesialis (KPS). KPS yang mulai dibentuk dalam organisasi pengawasan di BI pada tahun 2006, dimaksudkan sebagai unit yang melakukan pemeriksaan khusus terhadap berbagai risiko yang membayangi operasional sebuah bank . Ada sederet panjang daftar risiko yang mungkin menimpa bank seperti risiko kredit(macet),fluktuasi pasar,operasional bank, kegagalan teknologi informasi, kegagalan menjaga reputasi, risiko hukum dan lainnya. Semua risiko ini akan diteropong secara cermat oleh KPS. Disamping itu dalam dedicated team juga ada satu tim khusus lagi yakni On-site Supervisory Present (OSP).
OSP ditempatkan pada Systemically Important Bank (SIB) pada area risiko khusus seperti treasury dan kredit. Ada 15 bank kakap yang termasuk SIB yang diawasi ketat karena bila salah satu bank itu ambruk, akan berdampak sistemik pada yang lain. Keberadaan tugas dan fungsi KPS yang efektif inilah kemudian turut membantu tim pengawas BI dalam mendeteksi risiko-risiko khusus pada bank-bank di Indonesia, sehingga saat terpaan krisis keuangan global berimbas ke Indonesia, tidak memberikan kerugian yang signifikan terhadap sistem perbankan dan keuangan secara umum.

D O T (Daftar Orang Tercela).

Adalah daftar yang berisikan nama orang-orang tertentu yang telah melakukan perbuatan tercela dibidang perbankan sehingga dilarang menjadi pengurus dan pemilik bank.
DOT diadministrasikan oleh BI secara rahasia berpedoman kepada Keputusan Direksi BI No. 27/118 tanggal 25 Januari 1995. Kemudian dengan Peraturan Bank Indonesia No.2/23/PBI/2000 tanggal 16 Nopember 2000, sebutan DOT telah dirubah menjadi “Daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham dan atau pengurus bank”

FASBI (Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah).

Adalah fasilitas yang diberikan Bank Indonesia kepada Bank untuk menempatkan dananya di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka (OPT).
Karakteristik dari FASBI adalah :
1. Jangka waktu FASBI maksimum 7 hari terhitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai tanggal jatuh tempo.
2. Nilai Diskonto dan Nilai Tunai transaksi dihitung berdasarkan nilai diskonto murni (true discount) sebagai berikut :
Nilai Diskonto = Nilai Nominal - Nilai Tunai
3. Bank Indonesia tidak menerbitkan warkat (Bukti Kepemilikan) dalam FASBI
melainkan bukti pendebetan atau pengkreditan pada rekening giro berupa confirmation advice pada sistem BI–RTGS sebagai bukti transaksi yang bersangkutan.
4. FASBI tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat di agunkan.dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh tempo.

Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

Adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek.
Syarat umum untuk memperoleh FPJP sebagai berikut :
1. Bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek (mismatch), dapat memperoleh FPJP maksimum sebesar perkiraan Saldo Giro Negatif Bank yang dihitung oleh Bank (self assessment). FPJP wajib dijamin dengan agunan milik bank berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah dan/atau surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, yang nilainya sekurang-kurangnya sebesar FPJP.
2. Surat berharga selain SBI dan Obligasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam butir 2 ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan surat edaran tersendiri.
3. FPJP diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) hari kerja (Overnight).
4. Bank dapat menggunakan FPJP sebanyak-banyaknya selama 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut.

Financial Identity Number (FIN).

Adalah suatu Program dari Bank Indonesia yang dimaksudkan untuk memberikan nomor identifikasi tunggal yang unik bagi setiap orang, yang akan memungkinkan bank dan penyedia jasakeuangan lainnya mengakses riwayat kredit nasabah melalui sistem biro kredit yang tersentralisasi. Bagi masyarakat di negara maju, nomor identitas keuangan tunggal mungkin tampak tumpang tindih dengan nomor jaminan sosial dan lain-lain, tetapi di negara seperti Indonesia yang memiliki lebih dari 200 juta penduduk dan tersebar di lebih dari 13.000 pulau, FIN menawarkan nilai tambah bagi upaya peningkatan jumlah penduduk yang layak menjadi nasabah perbankan. Secara singkat, Bank Indonesia berusaha untuk membantu bank menciptakan jenis produk tabungan yang memungkinkan masyarakat miskin untuk ikut menabung, membantu bank untuk melayani masyarakat miskin melalui identifikasi dan dokumentasi yang layak melalui FIN, serta membantu mengedukasi masyarakat tentang pengelolalan keuangan pribadi standar, supaya mereka mampu mengambil keputusan yang tepat, yang nantinya akan membuat mereka tergugah untuk pergi ke bank

Fit and Proper Test  lihat Penilaian Kepatutan dan Kompetensi .

Flexible ITF (Inflation Targeting Framework).

Adalah kebijakan moneter (Lihat → Inflation Targeting Framework ) bukan saja ditujukan untuk mencapai target inflasi namun juga menjaga stabilitas output. Secara operasional, Flexible ITF menggunakan Taylor-type rule sebagai benchmark rule, dimana suku bunga kebijakan merespon inflation gap selisih antara proyeksi inflasi dan target inflasi, dan output gap selisih antara proyeksi output dan output potensial. Inflasi dan output gap adalah variabel target, yaitu variabel yang masuk di dalam loss function bank sentral. Di Indonesia, kerangka ITF telah diterapkan sejak tahun 2005. Dalam prakteknya, hamper semua bank sentral, termasuk Bank Indonesia, menerapkan apa yang disebut sebagai Flexible ITF. Flexible ITF merupakan salah satu strategi dalam menjembatani perbedaaan horison waktu untuk pencapaian stabilitas harga dan sistem keuangan, dengan tetap mempertimbangkan trade-off antara fleksibilitas dan kredibilitas. Penerapan Flexible ITF pada intinya dilakukan dengan menggunakan dua pilar, yaitu Pilar Kebijakan Moneter dan Pilar Kebijakan Makroprudensial. Instrumen utama dalam pilar moneter adalah suku bunga kebijakan BI rate, intervensi valas, dan instrument pengeloalaan likuiditas. Kebijakan moneter merupakan instrumen utama dalam mempengaruhi suku bunga dan nilai tukar. Namun, instrumen suku bunga ini juga dapat digunakan untuk tujuan stabilitas system keuangan melalui pengaruhnya pada neraca perusahaan dan neraca bank. Kebijakan makroprudensial digunakan untuk mendukung kebijakan moneter melalui perannya secara langsung mempengaruhi neraca bank dan perusahaan dengan menggunakan instrumen makroprudensial, seperti surcharge CAR dan dynamic provision.

FoF (Flow of Fund) account .

Atau disebut juga Neraca Arus Dana, adalah suatu sistem data yang dirancang untuk menggambarkan transaksi keuangan antara berbagai sektor institusional , misalnya Pemerintah, BUMN, Perasuransian, Bank-Bank komersil, Badan Usaha Swasta non Keuangan dsb. MFSN (Monetary and Financial Statistiks Manual) 2000, mencatat bahwa FoF adalah suatu rekening konsolidasi dari sektor sektor institusi finansial yang juga mencatat aktivitas finansial dari sektor-sektor institusional lainnya. Setiap sektor dalam FoF mempunyai set sumber-sumber dana dan penggunaan dana (a set of sources and uses of funds) yang menggambarkan kegiatan pembelian dan penjualan instrumen-instrumen keuangan, seperti deposito berjangka, obligasi, pinjaman (loans) dan sebagainya. Instrumen ini mewakili baik harta (assets) maupun hutang (liabilities) dari masing-masing sektor. Mengingat sistem ini juga mencakup sektor lain yang belum termasuk (the rest of the world sector) , maka sistem ini dikenal juga sebagai ‘Open system’ untuk masing-masing transaksi. Dengan kata lain, masing-masing isntrumen keuangan yang dibeli dalam suatu sektor menjadi suatu ‘mirror image’ dalam bentuk aktivitas penjualan pada sektor lainnya. FoF dapat juga dilihat sebagai seperangkat data yang dirancang untuk memperlihatkan bagaimana hubungan ‘tabungan’ dengan sektor-sektor yang surplus dan defisit.

Fokus pengawasan (Supervisory Concern).

Adalah wilayah yang menjadi titik perhatian serius Pengawas Bank. Dalam hal penentuan fokus pengawasan bank, BI menetapkan tiga kriteria untuk menentukan tingkat signifikansi dan prioritas.
Pertama, adalah fokus pengawasan utama. Kedua, fokus pengawasan sekunder. Ketiga, fokus pengawasan lainnya.
Terhadap Fokus Pengawasan Utama, Pengawas akan dengan tajam memelototi persoalan-persoalan bank yang paling utama dan berdampak terhadap peningkatan profil risiko dan memburuknya kinerja bank
Sedangkan Fokus Pengawasan Sekunder adalah fokus yang diarahkan terhadap masalah-masalah bank yang termasuk kategori signifikan namun pengaruhnya ke profil risiko dan kinerja bank bersifat moderat. Sementara itu, tingkat prioritas untuk menyelesaikan masalah ini berada di bawah Fokus Pengawasan Utama
Sementara itu, Fokus Pengawasan Lainnya menitikberatkan perhatian pada problem yang dihadapi bank yang masih termasuk kategori cukup signifikan, tapi potensi dampak tidak terjadi dalam kurun waktu segera terhadap profil risiko dan kinerja bank.

Forum Panel (FP).

Istilah ini berkaitan dengan proses pengawasan bank sesuai dengan siklus RBS (Risk Based Supervision) , adalah forum yang menguji hasil judgement pengawas untuk memperkecil ruang human error dalam pengawasan.
Di BI ada 4 (empat) FP yang lazim digelar.
Pertama, Forum Panel Lintas Direktorat (FPLD). Forum ini dibentuk untuk menguji hasil pengawasan 15 bank dengan aset terbesar serta bank yang mengalami penurunan Peringkat Komposit (PK) dari PK-1 menjadi PK-2 atau menjadi PK-3. Atau, sebaliknya. PK adalah predikat tingkat kesehatan bank yang bergradasi dari Sangat Sehat (PK-1), Sehat (PK-2), Cukup Sehat (PK-3), Kurang Sehat (PK-4) hingga Tidak Sehat (PK-5).
FPLD adalah FP level tertinggi karena yang dipanelkan adalah hasil pengawasan 15 bank besar di negeri ini yang masuk kategori bank sistemik (systemically-important bank).
Kedua, Forum Panel Remedial (FPR). Sesuai dengan namanya, forum ini khusus menguji hasil pengawasan bank dengan gradasi Kurang Sehat (PK-4) atau Tidak Sehat (PK-5) atau bank dengan status dalam pengawasan khusus special survellance unit/ SSU). Di FPR hasil pengawasan terhadap bank-bank yang sedang “bermasalah” ini dipresentasikan untuk diuji dan diteliti kembali tingkat keakuratan dan ketajaman analisa.
Ketiga, Forum Panel Internal Direktorat(FPID). Forum ini dibentuk untuk menguji hasil pengawasan bank pada masing-masing satuan kerja (direktorat) pengawasan yang tidak masuk kriteria FPLD atau FPR. Jadi, di setiap direktorat pengawasan bank di BI akan mengelar FP masing masing untuk men-challenge hasil kerja sesama kolega pengawas bank.
Forum keempat adalah Forum Panel Kantor Bank Indonesia (FP-KBI). Forum ini menguji hasil pengawasan bank yang berkantor pusat di wilayah KBI (di luar Jakarta) yang tidak termasuk kriteria FPLD atau FPR

FPJPS (Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah).

Adalah fasilitas pembiayaan dari Bank Indonesia kepada Bank Syariah yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi Kesulitanm Pendanaan Jangka Pendek.
Kesulitan pendanaan jangka pendek adalah keadaan yang dialami Bank Syariah yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch). Ketentuan mengenai FPJPS antara lain sebagai berikut :
• Memenuhi persyaratan tingkat kesehatan 3 bulan terakhir sekurang-kuranmgnya Cukup Sehat (CS) untuk predikat tingkat kesehatan secara keseluruhan dan Sehat (S) untuk peringkat tingkat kesehatan permodalan
• Dijamin dengan agunan milik bank yang bersangkutan yang berkualitas tinggi (dapat berupa SWBI atau surat berharga lainnya)
• FPJPS dapat diberikan maksimum sebesar kewajiban yang tidak dapat diselesaikan
• FPJPS yang diterima bank menggunakan prinsip Mudharabah.

FTE (‘Fine Tune Ekspansi’ ).

Adalah transaksi Fine Tune dalam rangka penambahan likuiditas perbankan secara jangka pendek. Lihat juga  FTO dan FTK.
FTE dilakukan melalui transaksi perdagangan SBI atau SUN secara Repo berdasarkan prinsip penjualan Surat Berharga untuk dibeli kembali ( sell and buy back) dengan pengaturan sebagai berikut :
a. Surat Berharga milik Bank yang dijual secara Repo (first leg) akan dipindahbukukan pencatatan kepemilikannya ke rekening perdagangan Surat Berharga Bank Indonesia (transfer of ownership)
b. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu (second leg) , Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib membeli kembali surat berharga yang direpokan ke Bank Indonesia.
c. Dalam hal Bank gagal membeli kembali Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf b , maka penyelesaian transaksi dilakukan dengan cara :
1. dalam hal jenis surat berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf b berupa SBI maka SBI yang gagal dibeli kembali oleh Bank dilunasi sebelum jatuh tempo (early redemtion).
2. dalam hal surat berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf b berupa SUN , maka SUN yang gagal dibeli kembali oleh Bank diperlakukan sebagai penjualan secara outright (jual putus) dari Bank penjual Repo kepada Bank Indonesia.
3. penyelesaian transaksi sebagaimana angka 1 dan angka 2 tidak mengurangi kewajiban bank untuk membayar Repo rate transaksi FTE.

FTK (‘Fine Tune Kontraksi ‘),

Adalah transaksi ‘Fine Tune’ dalam rangka penyerapan likuiditas perbankan secara jangka pendek oleh Bank Indonesia. (Lihat juga  FTO dan FTE). FTK ditransaksikan dengan sistem diskonto dengan perhitungan jumlah hari berdasarkan hari kalender.

FTO (Fine Tune Operation).

Adalah transaksi dalam rangka OPT (Operasi Pasar Terbuka) yang dilakukan Bank Indonesia sewaktu-waktu jika diperlukan untuk mempengaruhi likiditas perbankan secara jangka pendek pada waktru , jumlah dan harga transaksi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Mekanisme transaksi FTO;
 BI melakukan transaksi FTO sewaktu-waktu apabila diperlukan dengan mekanisme lelang melalui sarana BI-SSSS.
 Mekanisme lelang transaksi FTO dilakukan dengan metode:
(1) Harga Tetap (fixed rate) dimana BI menetapkan tingkat diskonto atau sukubunga (repo rate) transaksi FTO .
(2) Harga beragam (variable rate) , dimana Bank dan Pialang mengajukan penawaran kuantitaas dan tingkat diskonto atau suku bunga (repo rate) transaksi FTO.
 Transaksi FTO memiliki jangka waktu 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat belas ) hari.

Independensi Bank Indonesia.

Adalah rumusan bahwa Bank Indonesia merupakan Lembaga Negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang RI No.23 tahun 1999. Sebagai lembaga independen Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya. Berkaitan dengan status sebagai lembaga independen, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. (Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia).

Injeksi Likuiditas

Adalah penambahan likuiditas di pasar uang rupiah melalui kegiatan Operasi Moneter.(1).

(Sumber   :   Bank Indonesia).

Instrumen moneter non-securities dalam bentuk term deposit.

Term Deposit ini adalah instrumen pengelolaan likuiditas oleh Bank Indonesia tanpa underlying surat berharga,tidak dapat dipindah tangankan,namun dapat dicairkan sebelum jatuh tempo (early redemption) dengan persyaratan tertentu. Bagi bank-bank, instrumen ini dapat dipergunakan untuk keperluan manajemen likuiditas jangka pendeknya,di samping instrumen moneter yang selama ini telah disediakan oleh Bank Indonesia seperti transaksi FASBI dan repo. Instrumen term-deposit ini akan disediakan oleh Bank Indonesia melalui mekanisme lelang dengan tenor 1 bulan.

Intervensi Rupiah.

Adalah suatu mekanisme untuk melakukan kontraksi atau ekspansi moneter melalui kegiatan pinjam-meminjam dana yang dilakukan oleh Bank Indonesia secara langsung di Pasar Uang Antar Bank (PUAB).

Inflation Targeting Framework (ITF).

Adalah kerangka kerja kebijakan moneter yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun kedepan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan .
Empat prinsip pokok rezim kebijakan moneter dengan ITF :
(1) Memiliki sasaran utama , yaitu sasaran inflasi, yang dijadikan sebagai prioritas pencapaian (overriding objective) dan acuan (nominal anchor) kebijakan moneter.
(2) Bersifat antisipatif (preemptif atau forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan.
(3) Mendasarkan pada analisis, prakiraan , dan kaidah kebijakan tertentu dalam menetapkan pertimbangan respon kebijakan moneter (constrained discretion)
(4) Sesuai dengan prinsip-prinsip tatakelola yang sehat (good governance), berkejelasan tujuan, konsisten, transparan dan berakuntabilitas.

Jaminan Bank Indonesia.

Istilah ini berkaitan dengan penerbitan Jaminan BI, Bank Persero, BPD untuk pinjaman luar negeri. Jaminan Bank Indonesia adalah kewajiban Bank Indonesia untuk membayar kepada bank yang berkedudukan diluar negeri, dan atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan diluar negeri, dan atau bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pihak asing, dalam hal bank yang melakukan pinjaman luar negeri dan atau yang melakukan pembiayaan perdagangan internasional melakukan wan prestasi.

Kajian Sistem Keuangan (KSK).

Adalah kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia setiap semesteran . KSK ini disususun sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi “ mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan sistem keuangan dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan “.
KSK diterbitkan Bank Indonesia dengan tujuan :
• Meningkatkan wawasan publik dalam memahami stabilitas sistem keuangan
• Mengkaji risiko risiko potensial terhadap stabilitas sistem keuangan
• Menganalisa perkembangan dan permasalahan dalam sistem keuangan
Merekomendasi kebijakan untuk mendorong dan memelihara sistem keuangan yang stabil

Kebijakan capital control.

Adalah salah satu opsi kebijakan terhadap pengendalian modal yang masuk yang mungkin diberlakukan dalam keadaan darurat sesuai kondisi tertentu. Capital control memiliki alasan kuat untuk menjadi bagian dari perangkat kebijakan dalam mengelola arus masuk modal apabila tekanan inflasi meningkat, apabila kecukupan cadangan devisa sudah lebih dari optimal, apabila nilai mata uang domestik overvalued, dan apabila arus modal yang masuk mayoritas bersifat sementara (transitory). Agar kebijakan capital control tersebut efektif maka sangat penting untuk dapat membedakan antara sumber dan jenis aliran modal, mempertimbangkan secara hati-hati pilihan instrumen yang akan digunakan, memperkuat komunikasi dan kapasitas institusional, serta merancang mekanisme entry/exit dan penyesuaian terhadap instrumen yang telah ditetapkan. Secara umum, instrumen capital control yang memerlukan perubahan minimal dari sistem yang sudah tersedia akan lebih mudah disesuaikan, dikomunikasikan, dan diimplementasikan. Kelemahannya adalah , instrumen capital control yang memerlukan perubahan mendasar dari sistem yang sudah ada dapat menimbulkan dampak psikologis yang lebih besar dan mungkin risiko gagal. Singkatnya, capital control dapat di ibaratkan sebagai pedang bermata dua yang sebaiknya disimpan sampai kondisi darurat sekali terjadi.

Kebijakan Nilai Tukar.

Adalah kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia berdasarkan nilai tukar yang ditetapkan Pemerintah melalui Keputusan Presiden atas usul Bank Indonesia.
Kewenangan Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan ini dapat berupa:
• Dalam sistem nilai tukar tetap, berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing.
• Dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar.
• Dalam nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian serta lebar pita intervensi.

Kebijakan makroprudensial.

Adalah instrumen regulasi prudensial yang ditujukan untuk mendorong stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, bukan kesehatan lembaga keuangan secara individu. Walaupun kebijakan moneter,kebijakan makroprudensial dan kebijakan mikroprudensial memiliki area yang saling tumpang tindih, kebijakan makroprudensial mempunyai tujuan dan peran tersendiri. Tujuan kebijakan moneter adalah menstabilkan harga dari barang dan jasa dalam perekonomian. Sementara itu, tujuan dari kebijakan makroprudensial adalah untuk menjamin daya tahan system keuangan secara keseluruhan dalam rangka menjaga suplai jasa intermediasi keuangan kepada perekonomian secara keseluruhan. Untuk itu, kebijakan makroprudensial digunakan untuk mencegah terjadinya siklus boom-bust suplai kredit dan likuiditas yang dapat menyebabkan ketidakstabilan perekonomian. Dengan peran menjaga stabilitas suplai intermediasi keuangan ini, kebijakan makroprudensial mempunyai peran yang menunjang tujuan kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas harga dan output.
Ada dua dimensi penting dari kebijakan makroprudensial.
Pertama, dimensi crosssection, yang menggeser fokus dari regulasi prudensial yang diterapkan pada individual lembaga keuangan menuju pada regulasi sistem secara keseluruhan.
Sejarah krisis keuangan menunjukkan bahwa sebagian besar dari krisis keuangan yang terjadi di dunia bukanlah akibat dari masalah individual bank yang kemudian menular secara keseluruh sistem keuangan. Sebaliknya, krisis-krisis besar yang terjadi merupakan akibat dari eksposure terhadap ketidakseimbangan makro-keuangan yang dilakukan secara bersamaan oleh sebagian besar pelaku sistem keuangan. Oleh sebab itu, pandangan yang lebih holistik terhadap sistem keuangan dan hubungannya dengan perekonomian makro dari berbagai sisi sangat diperlukan.
Kedua adalah dimensi time-series, yaitu kebijakan makroprudensial ditujukan untuk menekan risiko terjadinya prosiklikalitas yang berlebihan dalam system keuangan. Dalam konteks ini, kebijakan makroprudensial harus didisain sedemikian sehingga mampu menghilangkan atau paling tidak memitigasi prosiklikalitas. Prinsipnya adalah bagaimana mendorong institusi keuangan untuk mempersiapkan bantalan ( buffer) yang cukup di saat perekonomian sedang baik, yaitu ketika ketidakseimbangan dalam system keuangan umumnya terjadi, dan bagaimana menggunakan bantalan tersebut ketika perekonomian sedang memburuk.(1)
(Sumber : NN).

Kebijakan Moneter (Monetary Policy).

Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan di laksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan/atau suku bunga.
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter, Bank Indonesia berwenang :
a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya;
b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1. Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
2. Penetapan tingkat diskonto;
3. Penetapan cadangan wajib minimum;
4. Pengaturan kredit atau pembiayaan.

Kestabilan Nilai Rupiah.

Yang dimaksud dengan Kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah

Know Your Bank (KYB).

Adalah suatu konsep dalam praktik pengawasan bank di Indonesia, yang diusung BI sejak tahun 2005. Sebelum KYB diberlakukan, pengawasan bank dilakukan dengan mencermati data historis bank. Selain itu, area yang menjadi perhatian pengawas pun terbilang masih terbatas dan belum memotret dinamika bisnis bank secara komprehensif (Lihat → Metode CAMEL).
Misalnya, pengawasan belum menyentuh analisis profil risiko secara terkonsolidasi seperti memperhitungkan risiko perusahaan anak atau pihak terafiliasi bank.
Adalah mustahil dan sulit bagi seorang Pengawas Bank melakukan pengawasan bila tidak mengenal betul bank yang sedang diawasi dan segala aspek yang menyertainya.
Setidaknya ada enam aspek utama yang mesti dicermati, seperti: (1) kepemilikan dan struktur kelompok usaha, (2) bisnis utama (key business lines), (3) aktivitas penunjang utama (sumber daya manusia, teknologi sistem informasi dan sistem akutansi), (4) rencana bisnis bank,
(5) kondisi dan kinerja keuangan, (6) organisasi, manajemen risiko dan sistem pengendalian internal.

Komite Perbankan Syariah.

Adalah forum yang beranggotakan para ahli di bidang syariah muamalah dan/atau ahli ekonomi, ahli keuangan, dan ahli perbankan, yang bertugas membantu Bank Indonesia dalam mengimplementasikan fatwa Majelis Ulama Indonesia menjadi ketentuan yang akan dituangkan ke dalam Peraturan Bank Indonesia.
Anggota Komite terdiri dari unsur Bank Indonesia, Departemen Agama dan unsur masyarakat lainnya dengan komposisi berimbang dan berjumlah paling banyak 11
(sebelas) orang.
Susunan keanggotaan Komite terdiri dari :
a. anggota, yaitu paling banyak 11 (sebelas) orang; dan
b. ketua, yaitu salah satu dari anggota sebagaimana dimaksud huruf a.
Ketua Komite berasal dari Bank Indonesia, yaitu pemimpin satuan kerja yang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Tata tertib dan mekanisme kerja Komite disusun dan ditetapkan oleh Komite dengan persetujuan Bank Indonesia.
Keanggotaan :
Anggota Komite harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. integritas
1. memiliki akhlak dan moral yang baik.
2. memiliki komitmen untuk mengembangkan perbankan syariah.
3. memiliki visi dan misi untuk mengembangkan perbankan syariah.
4. memiliki waktu yang cukup bagi pelaksanaan tugas sebagai anggota Komite.
b. kompetensi
1. memiliki pemahaman yang baik di bidang syariah mu’amalah dan/atau di
bidang ekonomi, keuangan, dan perbankan.
2. memiliki pemahaman yang baik atas peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).

Adalah kegiatan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. Selanjutnya dijelaskan BI hal hal sbb :
Standing Facilities meliputi:
a. Penyediaan dana rupiah (lending facility); dan
b. Penempatan dana rupiah (deposit facility).
Standing Facilities memiliki jangka waktu 1 (satu) hari kerja.
Standing Facilities dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja.
Pelaksanaan Standing Facilities dilakukan melalui mekanisme non lelang.
Standing Facilities dapat dipindahtangankan (negotiable).
Peserta Standing Facilities adalah Bank.

Lelang SBI.

Adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang didasarkan atas target kwantitas dalam rangka pelaksanaan kebijakan pengendalian moneter..

Lender of the last resort.

Adalah fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang memungkinkan Bank Indonesia membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank. Kebijakan lender of the last resort tersebut merupakan bagian dari jaring pengaman keuangan (financial safety net) yang diperlukan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan.
Fasilitas lender of the last resort yang diberikan Bank Sentral kepada Bank , baik untuk situasi normal maupun untuk penanganan krisis, secara umum dapat dikategorikan kedalam beberapa jenis ,yaitu :
i. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) baik kepada Bank yang mengalami kesulitan likuiditas pada akhir hari (overnight) maupun kepada Bank yang tidak dapat menyelesaikan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) pada akhir hari. Pemberian FPJP harus didukung oleh agunan likuid dan bernilai tinggi dari Bank kepada Bank Indonesia.
ii. Fasilitas Pembiayan Darurat (FPD) kepada Bank Bermasalah yang mengalami kesulitan likuiditas, tetapi masih memenuhi tingkat solvabilitas yang ditetapkan Bank Indonesia, serta berdampak sistemik yang pemberiannya berdasarkan pada keputusan rapat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia dan pendanaannya menjadi beban Pemerintah.
FPJP merupakan fasilitas yang diberikan Bank Indonesia untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam kondisi normal, sedangkan FPD merupakan fasilitas untuk mengatasi dampak atau risiko sistemik dalam kondisi darurat untuk mencegah dan mengatasi krisis. Oleh karena itu sumber pendanaan FPD menjadi beban APBN melalui penerbitan SUN oleh Pemerintah.

Metode CAMEL.

Adalah model pengawasan bank yang lebih berorientasi pada pemenuhan kinerja keuangan dan angka-angka kuantitatif atau condong mencermati aspek risiko kredit saja. Aspek forward looking dalam CAMEL pun lebih didasarkan pada tren keuangan yang memperlihatkandata historis sebagaimana dilaporkan bank. Aspek manajemen dalam CAMEL lazim dipakai untuk memenuhi penilaian faktor kualitatif. Aspek ini agak mirip dengan risk control system pada profil risiko pada metode pengawasan berbasis risiko (RBS). Namun kelemahan dalam assesment aspek manajemen adalah lebih menekankan pada “tata kelola” (good governance) dan kurang dalam hal mengidentifikasikan risiko bisnis yang ada di bank. Pengawasan bank dengan metode CAMEL yangmengandalkan data historis berupa laporan bulanan bank umum memang mengandung “kelemahan” seperti data yang disampaikan kurang aktual dengan kondisi saat ini.

Minimum holding period Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Adalah Kebijakan BI yang mewajibkan pembeli SBI baik di pasar primer maupun di pasar sekunder memegang kepemilikan SBI-nya selama minimal 1 bulan (28 hari). Selama periode tersebut, pemilik SBI tidak diperbolehkan melepas kepemilikan SBI-nya baik secara outright maupun repo kepada pihak lain, kecuali repo kepada Bank Indonesia. Kebijakan ini diberlakukan baik kepada pemilik SBI residen maupun non-residen dan dimaksudkan agar kepemilikan SBI maupun transaksinya di pasar sekunder dapat lebih berjangka panjang sehingga mendukung pendalaman pasar uang domestik dan efektivitas manajemen moneter. Untuk pemenuhan kebutuhan likuiditas jangka pendeknya, bank-bank pemilik SBI dapat memenuhinya dengan melakukan transaksi repo kepada Bank Indonesia yang selama ini telah tersedia.

Money Supply (Uang Beredar).

Money Supply atau Uang Beredar adalah terminologi untuk uang yang digunakan atau sedang beredar.
Ada beberapa definisi atau pengertian tentang money supply sebagai berikut:
M.1 Pengertian yang paling sempit tentang Money Supply, yang mencakup jumlah uang logam dan uang kertas dalam sirkulasi, ditambah dengan total saldo rekening giro di bank. Istilah lain yang sering dipakai untuk hal ini adalah Uang Primer atau Base Money.
M.2 Terdiri dari M.1 ditambah dengan total saldo Tabungan dan Deposito di Bank.
Pengertian tentang Money supply di Amerika Serikat malahan sampai 5 definisi; dimana :
M.3 Terdiri dari M.2 ditambah Simpanan pada Dana pensiun, Reksa Dana (mutual fund), Tabungan pada “Loan Association“ dan “Credit union shares”.
M.4 Terdiri dari M.2 ditambah Large Negotiable Sertificates of deposit.
M.5 Terdiri dari M.3 ditambah Large Negotiable Sertificate of Deposit.

Operasi Moneter.

Adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui operasi pasar terbuka dan koridor suku bunga (standing facilities). Operasi Moneter dilakukan dengan :
a. OPT; dan
b. Standing Facilities
Operasi Moneter bertujuan mencapai sasaran operasional kebijakan moneter dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia.
Sedangkan Sasaran operasional kebijakan moneter berupa suku bunga pasar uang jangka pendek. Pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter dilakukan melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang rupiah dengan cara Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas.

Operasi Moneter Syariah (OMS).

Adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka (OPT) dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.
Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS.
Tujuan OMS :
OMS bertujuan mencapai target operasional pengendalian moneter syariah dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia.
Target operasional
Dapat berupa kecukupan likuiditas perbankan syariah atau variabel lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pencapaian target operasional kebijakan moneter dilakukan dengan cara mempengaruhi likuiditas perbankan syariah melalui kontraksi moneter atau ekspansi moneter.
Kegiatan Operasi Moneter Syariah :
Kegiatan OMS harus memenuhi prinsip syariah, yang dinyatakan dalam bentuk pemberian fatwa dan/atau opini syariah oleh otoritas fatwa yang berwenang.
Kegiatan OMS dilakukan dalam bentuk antara lain:
a. OPT Syariah; dilakukan dengan cara antara lain :
-a.1. penerbitan SBIS;
-a.2. jual beli surat berharga dalam rupiah yang memenuhi prinsip syariah
yang meliputi SBIS, SBSN, dan surat berharga lain yang berkualitas
tinggi dan mudah dicairkan; dan/atau
-a.3. penyerapan dana tanpa penerbitan surat berharga.
b. Standing Facilities Syariah, dilakukan dengan cara :
- b.1 penyediaan fasilitas simpanan (deposit facility); dan
- b.2 penyediaan fasilitas pembiayaan (financing facility).

Operasi Pasar Terbuka (OPT).

 Adalah  kegiatan transaksi di pasar uang dalam rangka Operasi Moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta Operasi Moneter.
Kegiatan OPT meliputi :
a. penerbitan SBI dan SDBI;
b. transaksi repurchase agreement (repo) dan reverse repo surat berharga;
c. transaksi pembelian dan penjualan surat berharga secara outright;
d. penempatan berjangka (term deposit) di Bank Indonesia dalam rupiah;
e. penempatan berjangka (term deposit) di Bank Indonesia dalam valuta asing;
f. jual beli valuta asing terhadap rupiah; dan
g. transaksi lainnya baik di pasar uang rupiah maupun valuta asing.(1)
(Sumber   :  Bank Indonesia)


Otoritas moneter.

Adalah Bank Indonesia yang berdasarkan Undang Undang Republik Indionesia No.23 tahun 1999 adalah Bank Sentral Republik Indonesia.

Pelebaran Koridor Suku Bunga PUAB O/N.

Adalah Kebijakan pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N yang dilakukan BI dengan menyesuaikan suku bunga instrumen standing facilities terhadap suku bunga acuan BI Rate. Kebijakan ini ditempuh agar PUAB dapat lebih berkembang sehingga bank-bank dapat memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendeknya melalui transaksi antar bank terlebih dahulu sebelum menggunakan instrumen moneter yang disediakan oleh Bank Indonesia. Suku bunga Repo O/N (standing lending facility) dinaikkan dari BI Rate + 50 bps menjadi BI Rate + 100 bps dan suku bunga FASBI O/N (standing deposit facility) diturunkan dari BI Rate – 50 bps menjadi BI Rate – 100 bps. Dengan demikian, untuk BI Rate yang saat ini sebesar 6,5% maka suku bunga Repo O/N adalah sebesar 7,5% dan suku bunga FASBI O/N adalah sebesar 5,5%.

Penatausahaan Instrumen Operasi Moneter.

Adalah penatausahaan yang dilakukan BI, mencakup antara lain kegiatan Setelmen Dana, Setelmen Surat Berharga, pencatatan penerbitan/kepemilikan/ penempatan, perhitungan diskonto, pembayaran bunga atau imbalan, nilai Pokok / nominal Surat Berharga, dan/ atau kewajiban membayar karena kegagalan setelmen. Penatausahaan Fasilitas Pendanaan mencakup antara lain kegiatan Setelmen Dana, pencatatan agunan Surat Berharga, perhitungan dan pembayaran bunga atau imbalan atas penggunaan fasilitas, pelunasan fasilitas saat jatuh waktu dan/atau pelaksanaan eksekusi agunan dalam hal Bank tidak dapat melunasi kewajiban. Penatausahaan SBN untuk dan atas nama pemerintah seperti kegiatan setelmen hasil lelang penerbitan SBN yang antara lain mencakup pencatatan penerbitan dan kepemilikan, Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga.
Penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia yang terkait dengan Surat Berharga antara lain terdiri dari penatausahaan transaksi SBI, jual beli secara bersyarat (repo dan reverse repo) dengan Surat Berharga sebagai underlying transaksi, SBN untuk dan atas nama pemerintah dan Fasilitas
Pendanaan dengan jaminan Surat Berharga. Penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia tanpa Surat Berharga antara lain terdiri dari penempatan berjangka (term deposit) dan deposit facility

Pengawasan menyeluruh terhadap bank (consolidated banking supervision).

Adalah pemantauan terhadap kegiatan operasional bank yang cakupannya telah diperluas tidak terbatas pada kegiatan usaha bank saja, tetapi mencakup pula kegiatan usaha anak perusahaan dan holding company-nya yang berpengaruh langsung terhadap perkembangan kinerja bank.

Pengendalian Moneter.

Adalah pengendalian yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan berbagai cara antara lain:
(a) Operasi pasar terbuka dipasar uang baik rupiah maupun valuta asing.
(b) Penetapan tingkat diskonto.
(c) Penetapan cadangan wajib minimum.
(d) Pengaturan kredit atau pembiayaan.
Cara-cara pengendalian moneter tersebut dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah.

Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).

Adalah proses evaluasi secara berkala atau setiap waktu apabila dianggap perlu oleh Bank Indonesia terhadap integritas pemegang saham pengendali serta integritas dan kompetensi dari pengurus serta pejabat eksekutif bank dalam mengelola kegiatan operasional perbankan.
Penilaian Kemampuan dan Kepatuitan dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap :
1. Calon Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan Calon Pengurus Bank (New Entry); dan
2. PSP yang telah mendapat persetujuan Bank Indonesia, serta Pengurus dan Pejabat Eksekutif yang sedang menjabat di Bank (existing).
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap calon PSP dan calon Pengurus Bank , termasuk calon Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing , dilakukan dalam rangka menilai apakah yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yang dilakukan melalui penelitian dan wawancara.
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap PSP yang telah mendapat persetujuan Bank Indonesia serta Pengurus dan Pejabat Eksekutif yang sedang menjabat di Bank dilakukat setiap waktu , khususnya apabila dari hasil pengawasan , pemeriksaan atau dari sumber-sumber lainnya diperoleh informasi adanya indikasi penyimpangan dari praktek perbankan yang sehat .
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan tidak dilakukan terhadap Calon Pejabat Eksekutif Bank . Adapun bagi Pejabat Eksekutif bank dan Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing yang sedang menjabat, penilaian kemampuan dan kepatutan hanya dilakukan dalam hal terdapat indikasi bahwa yang bersangkutan memiliki peranan :
1. dalam perumusan kebijakan dan operasional yang secara negatif mempengaruhi kegiatan usaha bank , dan atau ;
2. atas terjadinya pelanggarana atau penyimpangan dalam kegiatan operasional bank atau Kantor Perwakilan Bank Asing.

Peraturan Bank Indonesia.

Adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Peraturan Dewan Gubernur BI.

Adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur BI yang memuat aturan-aturan intern antara lain mengenai tata tertib pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Gubernur, kepegawaian, dan organisasi Bank Indonesia.

Perbuatan tercela di bidang perbankan.

Adalah perbuatan Pemegang saham bank, pengurus Bank, atau pegawai bank yang berdasarkan keputusan Direksi Bank Indonesia*) dinilai terlibat dan atau bertanggung jawab terhadap terjadinya :
a. Penggelapan atau manipulasi yang dapat merugikan bank, atau;
b. Transaksi fiktif baik yang dilakukan pada sisi aktiva maupun pasiva bank, atau;
c. Kolusi dengan nasabah atau pihak lain yang merugikan bank, atau;
d. Perselisihan intern yang mengakibatkan Bank mengalami kesulitan, atau;
e. “Praktek bank dalam bank”, atau usaha bank diluar pembukuan bank, atau;
f. “Window dressing” dalam pembukuan atau laporan bank yang secara materil berpengaruh terhadap keadaan keuangan Bank, sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap bank, atau;
g. Kerjasama yang tidak wajar, yang merugikan bank.
Selain hal diatas perbuatan berikut digolongkan juga sebagai perbuatan tercela dibidang perbankan sehingga dilarang menjadi pemegang saham dan pengurus bank.
1). Pengurus dan mantan pengurus bank dan pihak terafiliasi yang dalam masa jabatannya berdasarkan keputusan Direksi BI dinilai terlibat dan atau bertanggung jawab atas terjadinya hal-hal yang telah mengakibatkan bank yang dipimpinnya mengalami kesulitan berat
2). Pemegang saham dan atau pengurus bank yang diminta oleh BI untuk melepaskan kedudukannya.
3). Pemegang saham dan pengurus bank yang tercatat sebagai debitur kredit macet pada suatu bank
4). Orang yang berdasarkan keputusan pengadilan atau informasi yang diketahui secara umum dinilai memiliki akhlak dan moral yang tidak baik, seperti penjudi atau penipu yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bank
5). Orang yang dihukum atau pernah dihukum karena tindak pidana dibidang perbankan atau perekonomian berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Perencanaan pengawasan tahunan.

Istilah ini berkaitan dengan pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia terhadap bank-bank,
adalah rencana kegiatan pengawasan tahunan yang terdiri dari rangkaian kegiatan pengawasan tidak langsung (off-site supervision) dan pengawasan langsung (on-site supervision) sesuai profil risiko dan tingkat kesehatan bank.
Pedoman ini juga menyarankan kepada Pengawas Bank agar dalam melakukan pengawasan berbasis risiko, juga dilakukan secara konsolidasi. Maksudnya, dalammenyusun perencanaan pengawasan mesti juga mempertimbangkan pengaruh profil risiko dan kinerja keuangan bank dari kegiatan bisnis atau risiko grup usaha di mana bank menjadi bagian atau induk dari grup usaha tersebut.
Dengan berbekal pengetahuan yang komprehensif dari lingkup usaha bank dan gurita anak bisnisnya, maka akan menjadi panduan yang memadai dalam menyusun strategi pengawasan tahunan dan rencana kerja pemeriksaan (audit working plan).

Prinsip Supervisory plan.

Istilah ini terdapat dalam kegiatan pengawasan yang dilakukan BI terhadap Bank, adalah perencanaan pengawasan Bank yang menggunakan dua prinsip utama yakni ; prinsip Rating Based dan prinsip SMART. Dalam prinsip Rating Based, sebelum menyusun perencanaan, pengawas akan menyusun dan menentukan penilaian awal terhadap tingkat kesehatan bank. Penilaian tingkat risiko dan kesehatan bank ditetapkan merujuk sebuah peringkat dari angka 1 (satu) hingga 5 (lima). Bank dengan peringkat 1 (satu), itu berarti tingkat kesehatannya oke alias baik. Tapi, bila angka itu bergerak melewati angka 3 (tiga), maka ada yang tak beres dengan kesehatan bank tersebut. Apalagi bila rating based sampai menyentuh angka 4 (empat) dan 5 (lima), bank sudah dapat dipastikan dalam masalah serius dan mungkin akut.
Prinsip kedua dari supervisory plan adalah Prinsip SMART. Kata ini kependekan dari Specific, Measurable, Achievable, Relevant dan Timely. Setiap kata mengandung makna masing-masing. Kata Specific berarti setiap penyusunan supervisory plan akan disusun secara jelas yang mengarah pada penyelesaian kelemahan atau permasalahan bank sesuai dengan hasil KYB dan profil risiko serta tingkat kesehatan bank. Kata “spesifik” dimaksudkan untuk mencapai tujuan atau target yang ingin dicapai dalam fokus pengawasan serta strategi pengawasan yang akan dilakukan.
Kata Measurable atau dapat diukur, diarahkan pada pembuatan perencanaan pengawasan yang memasukkan ukuran-ukuran keberhasilan merujuk fokus, tujuan dan strategi pengawasan. Ukuran keberhasilan ditekankan pada adanya tindakan perbaikan manajemen risiko,tata kelola (governance) dan perilaku bank.
Sedangkan makna Achievable atau dapat dicapai, ingin mengatakan bahwa setiap pembuatan supervisory plan hendaknya memperhitungkan target yang dapat dicapai.
Target jangan dibuat berlebihan dan sulit dipenuhi. Tapi juga bukan sekedar target minimal. Setidaknya pencapaian target juga sudah memperhitungkan jumlah sumber daya manusia, tingkat keahlian serta jangka waktu yang diperlukan. Lalu, kata Relevant dimaksudkan agar dalam penyusunan perencanaan pengawasan setidaknya memperhatikan karakteristik dari setiap bank, skala usaha dan kompleksitas masalah yang dihadapi. Dalam menyusun supervisory plan, klasifikasi bank besar,bank menengah dan bank kecil turut menjadi hal yang dipertimbangkan.Terhadap bank besar,fokus pengawasan ditetapkan berdasarkan risiko yang dirinci per aktivitas fungsional, sebab setiap aktivitas di bank besar berpotensi membawa risiko serius terhadap bank tersebut. Bila bank besar goncang, bank-bank disekitarnya juga akan ikut goyang. Inilah dampak sistemik.
Kata Timely mengarahkan pembuatan supervisory plan agar memperhitungkan penetapan waktu pelaksaan sesuai tingkat signifikansi dan prioritas kegiatan pengawasan.
Perencanaan pemakaian waktu yang tepat akan ikut membantu distribusi pemanfaatan SDM secara optimal untuk melaksanakan strategi pengawasan yang telah ditetapkan dalam kurun waktu satu periode pengawasan.

Posisi Long.

Istilah ini berkaitan dengan Penyetoran dan Penarikam Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia.
Posisi Long adalah suatu kondisi dimana Bank mengalami kelebihan likuditas ULE  (Uang yang masih Layak Edar) dalam periode tertentu yang merupakan selisih antara saldo kas Bank yang tersedia untuk setiap pecahan (denominasi) tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank. 
  
Posisi Short.

Istilah ini berkaitan dengan Penyetoran dan Penarikam Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia.
Posisi Short adalah suatu kondisi dimana Bank mengalami kekurangan likuiditas  ULE (Uang yang masih Layak Edar) dalam periode tertentu yang merupakan selisih antara  saldo  kas Bank yang tersedia untuk setiap pecahan (denominasi) tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank.. 

Posisi Square

Istilah ini berkaitan dengan Penyetoran dan Penarikam Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia.
Posisi Square adalah suatu kondisi dimana Bank tidak mengalami Posisi Long atau Posisi Short..

Posisi Net Long
.
Istilah ini berkaitan dengan Penyetoran dan Penarikam Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia.
Posisi Net Long adalah suatu kondisi dimana Posisi Long  seluruh Bank lebih besar dibandingkan dengan Posisi Short seluruh Bank untuk pecahan (denominasi) tertentu, pada hari kerja yang sama di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia setempat.

Posisi Net Short

Istilah ini berkaitan dengan Penyetoran dan Penarikam Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia.
Posisi Net Short adalah suatu kondisi dimana Posisi Short seluruh Bank lebih besar dibandingkan dengan Posisi Long seluruh Bank untuk pecahan (denominasi) tertentu, pada hari kerja yang sama di wilayah kerja kantor Bank Indonesia setempat.

Quantitative Easing (QE).

Adalah salah satu program yang dilakukan oleh Bank Sentral pada saat tidak berjalannya transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga , yaitu membeli instrumen keuangan secara langsung, dengan menggelontorkan likuiditas ke pasar keuangan. Sebagai contoh pada 3 November 2010 Amerika meluncurkan QE jilid II dimana diputuskan untuk membeli aset sebesar USD 600 milyar.

Regulator sistemik.

Adalah institusi yang mengawasi kesehatan dan stabilitas keseluruhan sistem keuangan. Peran institusi ini mencakup pengumpulan, analisis dan pelaporan informasi terkait interaksi signifikan di pasar dan risiko yang ada di antara lembaga keuangan; meneliti apakah ada lembaga keuangan yang menyebabkan sistem keuangan terekspos risiko sistemik; merancang dan mengimplementasikan aturan; serta melakukan koordinasi dengan lembaga regulator lainnya, termasuk otoritas fiskal, dalam mengelola krisis-krisis sistemik yang mungkin timbul. Dalam pidato awal tahun 2010, Pj.Gubernur Bank Indonesia mengemukakan bahwa Bank Indonesia akan berperan sebagai regulator sistemik .Ada tiga alasan mengapa bank sentral dapat berperan sebagai regulator sistemik.
Pertama, bank sentral memiliki hubungan jual-beli sehari-hari dengan pelaku pasar sebagai bagian dari fungsi utamanya mengimplementasikan kebijakan moneter, sehingga tidak ada lembaga lain yang memiliki pengetahuan dan akses sejenis ke aliran utama sistem keuangan.
Kedua, tanggung jawab untuk mempertahankan stabilitas ekonomi makro sangat sejalan dengan peran untuk menjamin stabilitas sistem keuangan. Sejarah menunjukkan, berbagai krisis ekonomi di dunia selalu berhubungan dengan krisis keuangan, sehingga bank sentral secara alami memang harus mempertimbangkan interaksi antara sektor keuangan dan kebijakan moneter dalam melaksanakan tugasnya.
Ketiga, fungsi lender of last resort memang ada di bank sentral. Dengan fungsi itu, bank sentral dapat menggunakan neracanya untuk menyediakan pendanaan darurat jangka pendek di masa krisis. Sebagai regulator sistemik, bank sentral akan mampu memperoleh informasi lapangan langsung dari lembaga-lembaga keuangan yang diawasi. Informasi ini dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat apakah suatu lembaga keuangan perlu diselamatkan.

Rekening Giro di Bank Indonesia.

Adalah rekening pihak eksternal tertentu di Bank Indonesia yang merupakan sarana bagi penatausahaan transaksi dari simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat.
Rekening Giro di Bank Indonesia terdiri dari :
1. Rekening Giro Rupiah, adalah Rekening Giro dalam mata uang rupiah yang penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan Cek Bank Indonesia, Bilyet Giro Bank Indonesia, atau sarana lainnya sebagaimana ditetapkan dalam PBI Hubungan Rekening Giro.
2. Rekening Giro Valas, adalah Rekening Giro dalam valuta asing yang penarikannya dapat dilakukan dengan cara pemindahbukuan atau sarana lainnya sebagaimana ditetapkan dalam PBI Hubungan RekeningGiro.
3. Rekening Giro Khusus adalah Rekening Giro yang persyaratan dan tata cara pembukaan, penyetoran, penarikan dan penutupannya diatur secara khusus, yang terdiri dari escrow account, special account (Rekening Khusus atau Reksus) dan Rekening Giro Khusus Lainnya.
4. Escrow Account adalah rekening yang dibuka secara khusus untuk tujuan tertentu guna menampung dana yang dipercayakan kepada Bank Indonesia berdasarkan persyaratan tertentu sesuai dengan perjanjian tertulis.
5. Special Account (Rekening Khusus atau Reksus) adalah Rekening Giro yang digunakan khusus untuk menatausahakan pinjaman dan hibah luar negeri Pemerintah yang penarikannya dilakukan secara langsung dari rekening tersebut dan/atau melalui rekening Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di seluruh kantor Bank Indonesia.
6 Rekening Giro Khusus Lainnya adalah Rekening Giro di luar Escrow Account dan Special Account, yang persyaratan dan tata cara pembukaan, penyetoran, penarikan dan penutupannya diatur secara khusus dalam surat atau perjanjian tertulis.
Pemegang Rekening Giro adalah pihak-pihak yang mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia, yaitu:
a. Bank;
b. instansi pemerintah;
c. lembaga keuangan internasional; dan
d. lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk
mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia.(1)

Reserve Requirement.

Adalah jumlah (persentase) tertentu dari deposit yang di terima bank yang harus disimpan di Bank Sentral tanpa memperoleh bunga. Istilah lainnya adalah Required Reserve Ratio. Bank Indonesia menyebutnya GWM (Giro Wajib Minimum) namun dengan memberikannya jasa giro.

Risk Based Supervision (RBS).

Adalah suatu proses pengawasan perbankan oleh otoritas pengawasan bank yang dilakukan secara proaktif , yang didasarkan pada profil risiko dari suatu bank. Proses tersebut memungkinkan otoritas pengawasan bank (Banking Supervisor) membuat prioritas dalam kegiatan pengawasan dan memfokuskan kegiatannya pada risiko yang signifikan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia terhadap bank dengan profil risiko tinggi.
Risk Based Supervisory melakukan asesmen terhadap kemampuan suatu bank dalam meng-identifikasi , mengukur , memantau dan mengendalikan risiko. Dalam RBS dirancang program pengawasan untuk setiap bank yang difokuskan dengan lebih memberikan tekanan / pertimbangan pada bank yang berpotensi mempunyai dampak sistemik.
RBS adalah suatu pendekatan pengawasan berdasarkan tujuan (object based supervisory approiach) yang berkaitan dengan penerjemahan informasi ekonomi dan informasi yang berpengaruh terhadap faktor risiko potensial bagi suatu bank.
Suatu proses pengawasan bank yang difokuskan pada risiko menjadikan pengawasan fleksibel dan responsif dalam meningkatkan konsistensi, koordinasi bahkan komunikasi antara sesama otoritas pengawasan bank (among banking supervisors), yang didasarkan atas saling pengertian diantara institusi, kinerja asesmen risiko serta perkembangan dari rencana dan prosedur yang disiapkan sesuai dengan profil risiko institusi-institusi secara individual. Sejalan dengan itu, RBS meng- identifikasi , mengukur dan mengendalikan risiko-risiko dan memantau proses manajemen risiko yang dilaksanakan oleh institusi keuangan selama periode pengawasan.
Manfaat dari RBS, meliputi :
1). Alokasi sumber daya pengawasan sesuai dengan risiko yang diketahui (perceived risk) ,misalnya sumberdaya difokuskan pada bank dengan risiko tertinggi atau mencurahkan perhatian lebih kepada kegiatan pengawasan bank-bank yang memunyai profil risiko tinggi. Dengan demikian dimungkinkan otoritas pengawasan bank untuk menyusun prioritas , dan menetapkan target sesuai sumber daya yang tersedia.
2). Otoritas pengawasan bank dalam posisi yang lebih baik dalam memutuskan intensitas pengawasan kedepan dalam jumlah serta fokus kegiatan pengawasan sesuai dengan profil risiko bank yang diketahui
3). Otoritas pengawasan bank dapat pula menfokuskan pengawasan pada bank – bank yang kegagalannya dapat memicu systemic crisis.

Risk Weight (Bobot Risiko / Risiko Tertimbang).

Adalah faktor yang digunakan dalam menghitung kebutuhan modal minimum sesuai Kesepakatan Basel (Basle Accord), terutama mencerminkan risiko kegagalan pemenuhan kewajiban (default risk) dan dalam batas tertentu terhadap Country Risk yang diterapkan pada asset bank. Kategorisasi Bobot Risiko atau Risiko Tertimbang adalah 0%; 10%; 20%; 50%; 100%.(Basel I) dan dalam Basel II , Risk Weight adalah 0 % , 20 % , 50 % , 100 % dan 150 %.

Sasaran akhir kebijakan moneter.
Adalah sasaran kebijakan moneter Bank Indonesia yang difokuskan pada pengendalian suku bunga. Bank Indonesia menetapkan suku bunga pasar uang jangka pendek sebagai sasaran operasional. Untuk mencapai sasaran operasional tersebut, Bank Indonesia melakukan pengendalian moneter yang bersifat absorpsi dan/atau injeksi likuiditas. Absorpsi Likuiditas adalah pengurangan likuiditas di pasar uang rupiah melalui kegiatan Operasi Moneter. Sedangkan Injeksi Likuiditas adalah penambahan likuiditas di pasar uang rupiah melalui kegiatan Operasi Moneter. Pengendalian Moneter tersebut antara lain dilakukan melalui operasi pasar terbuka baik di pasar uang rupiah maupun pasar uang valuta asing.Operasi pasar terbuka di pasar valuta asing dilakukan dengan cara sterilisasi/intervensi di pasar valuta asing dalam rangka stabilisasi rupiah.

Suku bunga pasar uang jangka pendek.

Adalah suku bunga pasar uang antar bank overnight (PUAB O/N).
Yang dimaksud dengan “suku bunga PUAB O/N” adalah suku bunga transaksi pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah antar Bank yang berjangka waktu (satu) hari (overnight).

Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang di terbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek.
SBI memiliki karaktersistik sebagai berikut :
a. Satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta).
b. Berjangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas bulan) yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu.
c. SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
d. Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount). SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).

Adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah. SWBI merupakan piranti pengendalian uang yang beredar yang di terbitkan oleh otoritas moneter yang sesuai dengan prinsip syariah.
SWBI dapat dijadikan sarana penitipan dana jangka pendek bagi bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Jumlah dana yang dapat dititipkan adalah sekurang-kurangnya Rp.500.000.000,- dan selebihnya dengan kelipatan Rp.50.000.000,-.
Jangka waktu SBWI adalah satu minggu, dua minggu dan satu bulan yang dinyatakan dalam hari. Otoritas moneter dapat memberikan bonus pada saat jatuh waktu penitipan yang besarnya akan dihitung dengan menggunakan acuan tingkat indikasi imbalan PUAS (Pasar Uang Antar bank Syariah), yaitu rata-rata tertimbang dari tingkat indikasi imbalan sertifikat IMA (Investasi Mudarabah Antar Bank) yang terjadi di-PUAS pada tanggal penitipan dana.

Sistem Devisa Bebas.

Adalah sistem yang diterapkan oleh Pemerintah RI sejak tahun 1970, dimana setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan Devisa.
Yang dimaksud bebas memiliki devisa adalah bahwa penduduk yang memperoleh dan memiliki devisa tidak wajib menjualnya kepada Negara. Yang dimaksud bebas menggunakan Devisa adalah bahwa penduduk dapat secara bebas melakukan kegiatan devisa antara lain untuk perdagangan internasional, transaksi di pasar uang, dan transaksi dipasar modal.
Dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian Bank Indonesia menetapkan ketentuan atas berbagai jenis transaksi Devisa yang dilakukan oleh Bank dengan Peraturan Bank Indonesia.

Sistem Nilai Tukar.

Adalah sistem yang digunakan untuk pembentukan harga mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Penetapan sistem nilai tukar ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia. Bank Indonesia mengkaji Sistem Nilai Tukar yang di ajukan kepada Pemerintah secara cermat dan hati-hati.
Sistem Nilai Tukar tersebut antara lain dapat berupa:
(a) Sistem Nilai Tukar tetap; atau
(b) Sistem Nilai Tukar mengambang; atau
(c) Sistem Nilai Tukar mengambang terkendali.

Sistem setelmen.
Adalah sistem penyelesaian transaksi yang dikembangkan oleh Bank Indonesia dalam rangka mitigasi risiko dalam pembayaran nasional Bank Indonesia telah mengembang-kan sistem setelmen (sistem penyelesaian transaksi) yaitu Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) dan Sistem Kliring Nasional (SKN). BI-RTGS merupakan sistem transfer dana elektronik antar Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. BI-SSSS merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik. Dalam kegiatan setelmen, BI-SSSS terhubung langsung dengan BI-RTGS secara seamless. Sementara SKN merupakan sistem kliring antar bank untuk alat pemba-yaran cek, Bilyet Giro, nota debet lainnya dan transfer kredit antar bank

SOR (Stop Out Rate).

(1) Adalah tingkat diskonto tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target jumlah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang akan dijual oleh Bank Indonesia.
Dalam hal penawaran tingkat diskonto menghasilkan tingkat SOR diluar batas kewajaran, Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi lelang SBI atau membatalkan seluruh pelaksanaan lelang SBI.
(2) Adalah tingkat diskonto atau yield yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai kuantitas SUN (Surat Utang Negara) tertentu yang akan dibeli/dijual oleh Bank Indonesia.

Supervisory College.

Adalah kerjasama antara Otoritas Pengawasan Perbankan atau Monetary Authority ( yang juga bertindak selaku Otoritas Pengawasan Bank) pada suatu negara dengan lembaga yang sama di negara lain dalam rangka memperkuat pengawasan perbankan. Supervisory College ini dianjurkan oleh Bank for International Settlement (melalui Consultative Document nya berjudul ;” Good Practices Principles on Supervisory Colleges, March 2010). Selain itu,Para Pemimpin G-20 di London Summit yang berlangsung pada bulan April 2009 juga telah memberikan amanat khusus kepada Financial Stability Board (FSB), sebagai punggawa stabilitas sistem keuangan global, untuk menyegerakan terciptanya supervisory colleges bagi lembaga-lembaga pengawasan bank di seluruh dunia . Bank Indonesia telah mulai melaksanakan kegiatan dalam rangka pembentukan Supervisory College ini, antara lain terlihat dari adanya Round Table Meeting Bank Indonesia – Monetary Asuthority Of Singapore pada 8 April 2010.. Selain RTM dengan Monetary Authority of Singapore, forum supervisory colleges yang telah dilakukan dengan Australian Prudential Regulation Authority (APRA) dan akan diperluas dengan Bank Negara Malaysia dan China Banking Regulatory Commission. Selain bertujuan agar tercipta kualitas pengawasan yang baik di masing-masing negara, pada Pertemuan tersebut juga dilakukan update mengenai kondisi ekonomi masing-masing negara.

Systemically Important Payment System (SIPS).

SIPS adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent). Bank Indonesia sangat peduli menjaga kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain, kehandalan teknologi, jaringan pendukung dan aturan main dalam SIPS.

System Wide Important Payment System (SWIPS).

Yaitu sistem yang digunakan oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS. BI peduli dengan SWIPS karena sifat sistem yang digunakan secara luas oleh masyarakat.Apabila terjadi gangguan maka kepentingan masyarakat untuk melakukan pembayaran akan terganggu, termasuk kepercayaan terhadap sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses dalam sistem.

Tiga Kewenangan Utama Lembaga Pengawas Bank.

Adalah kewenangan yang dimiliki BI sebagai lembaga pengawas bank (sebelum pembentukan OJK), yaitu :
(1) Kewenangan di Bidang Perijinan.
Bertujuan antara lain untuk menyeleksi figur yang akan menjdi pemegang saham dan pengurus bank. Pengetahuan dan pengenalan akan figur calon pemilik dan pengurus bank adalah isu sensisitif. Sebab, bila tidak ada seleksi ketat melalui proses fit and proper test, salah-salah seorang penjahat (white colour crime) bisa duduk sebagai pengurus bank. Bila sampai figur atau orang tak berkompeten duduk pada jajaran pemilik atau pengelola bank, jelas akan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup bank tersebut.
(2) Kewenangan di Bidang Pengaturan.
Terkait wewenang lembaga pengawas bank dalam hal membuat aturan dan/atau mencabut aturan dilakukan untuk menjaga agar bank beroperasi dalam koridor prudential. Regulasi akan terus diperbaharui mengikuti perkembangan jaman. Perihal pengaturan ini, BIS menuangkan kedalam 13 Prinsip yakni BCP nomor 6 (enam) hingga 18 (delapan belas).
(3) Kewenangan di Bidang Pengenaan Saksi.
Yakni kewenangan mengeluarkan dan mencabut izin bank dan wewenang membuat pengaturan dan merevisi aturan tersebut, wewenang lain yang juga penting dimiliki adalah menyelesaikan bank bermasalah dan menjatuhkan sanksi. Ini termasuk Prinsip Nomor 23 BCP. BIS menganggap wewenang ini penting karena dalam menangani bank bermasalah, kecepatan menangani masalah menjadi hal penting. Bila terdeteksi ada masalah dan/atau pelanggaran di sebuah bank, kalau tak cepat diambil tindakan akan melebar dan bukan hanya bisa membahayakan kelangsungan hidup bank itu sendiri, tapi juga bank-bank lain hingga sistem moneter di negara itu.

Tight Money Policy.

Adalah kebijaksanaan yang dilakukan Bank Sentral meperkecil atau melakukan kontraksi uang beredar atau Money Supply yang salah satu tujuan pokoknya adalah untuk mengendalikan tingkat inflasi.

Transaksi Intervensi Rupiah.

Adalah suatu mekanisme untuk melakukan kontraksi atau ekspansi moneter melalui kegiatan pinjam meminjam dana yang dilakukan oleh Bank Indonesia secara langsung di Pasar Uang (PUAB).
Dalam hal ini instrumen yang dipakai oleh Bank Indonesia adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dimana untuk intervensi kontraksi BI melepaskan SBI (selama 7 hari) dan menarik dana dari bank dan mengembalikannya 7 hari kemudian dengan mengkredit rekening bank yang bersangkutan, dan menerima kembali SBI semula.
Sebaliknya dalam intervensi ekspansi, BI melepaskan dana dengan menarik SBI (selama 7 hari) dari bank dan mengembalikan SBI tersebut pada 7 hari kemudian dan mendebet rekening bank yang bersangkutan di BI.
Ekspansi dan kontraksi dilakukan dengan perhitungan diskonto sesuai rate yang ditentukan. Berdasarkan ketentuan atau PBI yang dikeluarkan November 2002, kontraksi moneter dilakukan melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) antara lain dengan instrument FASBI.

Transaksi Swap Bank dengan Bank Indonesia.

Adalah transaksi swap untuk kepentingan bank sendiri karena Bank menerima pinjaman dari Bank Luar Negeri yang perlu dilindungi nilainya. Swap Bank dengan Bank Indonesia (termasuk swap ulang) harus mengikuti ketentuan Bank Indonesia antara lain sumber dana untuk transaksi swap dan swap ulang adalah pinjaman dari Luar Negeri berdasarkan perjanjian kredit dalam valuta asing untuk tujuan melakukan usaha di Indonesia.

Transaksi Swap Ulang.

Adalah transaksi swap antara Bank dengan Bank Indonesia atas dasar transaksi swap antara Bank dengan nasabahnya..
 lihat Transaksi swap Bank dengan Bank Indonesia.

Triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN).

Triparty repo SBN adalah kegiatan pengelolaan likuiditas oleh Bank Indonesia melalui transaksi reverse repo dengan underlying asset SBN yang diperoleh dari pihak lain yang ditetapkan antara lain Dana Pensiun dan Asuransi.Dengan demikian,kepemilikan SBN oleh lembaga-lembaga ini yang selama ini lebih dipegang hingga jatuh tempo diharapkan dapat diperdagangkan dalam transaksi sekunder sehingga mendukung pendalaman pasar keuangan domestik, sekaligus dapat dipergunakan sebagai pengkayaan instrumen moneter oleh Bank Indonesia. Dalam rangka implementasi kebijakan ini, Bank Indonesia akan melakukan kerja sama dengan Pemerintah dan berbagai instansi/lembaga terkait untuk mempersiapkan berbagai ketentuan dan mekanisme yang diperlukan, dan diharapkan dapat mulai dilakukan pada tahun 2011.

Tugas Utama Bank Indonesia.

Adalah tugas Bank Indonesia dalam rangka untuk mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam pelaksanaan tugas tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang utama tugas Bank Indonesia, yaitu:
i. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
ii. Mengatur dan menjaga lelancaran sistem pembayaran.
iii. Mengatur dan mengawasi bank.
Agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus diintegrasikan.

Uang Khusus.

Adalah Uang yang dikeluarkan secara khusus dalam rangka memperingati peristiwa atau tujuan tertentu dan memiliki nilai nominal yang berbeda dengan nilai jualnya.
Bank Indonesia mengeluarkan dan mengedarkan Uang Khusus pecahan 2.000 (dua ribu) tahun emisi 2009 dalam bentuk Uang Kertas Bersambung.→ Lihat‘Uang Kertas Bersambung’.
Setiap lembaran Uang Khusus sebagaimana dimaksud diatas terdiri dari 2 (dua) lembar (bilyet) atau 4 (empat) lembar (bilyet) atau 50 (lima puluh) lembar (bilyet) uang kertas yang masih merupakan satu kesatuan Setiap lembar (bilyet) uang dalam Uang Khusus sebagaimana dimaksud diatas mempunyai nilai nominal sebesar Rp2.000,00 (dua ribu rupiah). Setiap lembaran Uang Khusus dimaksud terdiri dari:
a. 2 (dua) lembar (bilyet) mempunyai nilai nominal sebesar Rp4.000,00
(empat ribu rupiah);
b. 4 (empat) lembar (bilyet) mempunyai nilai nominal sebesar Rp8.000,00
(delapan ribu rupiah); atau
c. 50 (lima puluh) lembar (bilyet) mempunyai nilai nominal sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).
Setiap lembaran Uang Khusus dilengkapi dengan sertifikat keaslian dari Bank Indonesia.

Uang Kertas Bersambung.

Adalah lembaran Uang yang terdiri dari 2 (dua) lembar (bilyet) atau 4 (empat) lembar (bilyet) atau 50 (lima puluh) lembar (bilyet) dan masih merupakan satu kesatuan.


                -----------------------------------------------------------------------

1.B.  BERKAITAN DENGAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN FUNGSINYA.


Dana Pensiun.

Adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai dana pensiun.

Dewan Audit (pada OJK)

Adalah organ pendukung Dewan Komisioner OJK yang bertugas melakukan evaluasi atas pelaksanaan  tugas OJK serta menyusun standar audit dan manajemen risiko OJK.

Dewan Komisioner OJK

Adalah pimpinan tertinggi OJK yang  bersifat kolektif dan kolegial.
Dewan Komisioner beranggotakan 9 (sembilan) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Susunan Dewan Komisioner  terdiri atas:
a. seorang Ketua merangkap anggota;
b. seorang Wakil Ketua sebagai  Ketua Komite Etik merangkap anggota;
c. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankanmerangkap anggota;
d. seorang  Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modalmerangkap anggota;
e. seorang  Kepala Eksekutif Pengawas  Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
f. seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
g. seorang  anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen;
h. seorang anggota  Ex-officio dari Bank Indonesia  yang merupakan  anggota Dewan  Gubernur Bank Indonesia; dan
i. seorang  anggota  Ex-officio dari Kementerian  Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I  Kementerian Keuangan.
Anggota anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud diatas  memiliki hak suara yang sama. 

Ex-officio

Adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain. 

Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan.

 Adalah forum koordinasi yang dibentuk untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang anggotanya terdiri atas Menteri Keuangan selaku koordinator merangkap anggota, Gubernur Bank Indonesia selaku anggota, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota, dan Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota.
Pengambilan keputusan dalam rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak
Forum Koordinasi Stabilitas  Sistem Keuangan menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan sesuai  dengan kewenangan masing-masing.
  
Independensi Otoritas Jasa Keuangan.

Adalah independensi yang tercermin dalam kepemimpinan Otoritas Jasa Keuangan. Secara orang perseorangan, pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang UU RI No.21 tahun 2011. Di samping itu, untuk mendapatkan pimpinan Otoritas Jasa Keuangan yang tepat, Undang-Undang ini mengatur mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi publik melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas Pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
1. asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. asas kepastian hukum, yakni  asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
3. asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
4. asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan
golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
5. asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang  Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
7. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Kepala Eksekutif OJK.

Adalah anggota Dewan Komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan  kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya  kepada Dewan Komisioner.

Kewenangan OJK dalam pengaturan dan pengawasan Jasa Keuangan.

Adalah kewenangan untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UURI No.21 tahun 2011, yaitu OJK mempunyai wewenang:
a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini (UU RI No. 21 tahun 2011)
b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap LembagaJasa Keuangan dan pihak tertentu;
g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan  menatausahakan  kekayaan dan kewajiban; dan
i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuanperaturan perundangundangan di sektor jasa keuangan

Komite Etik (pada OJK).

Adalah organ pendukung Dewan Komisioner OJK yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, pejabat dan pegawai OJK terhadap kode etik.

Konsumen

 Adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang
tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah  pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di  sektor jasa keuangan.

Lembaga Jasa Keuangan.

Adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di  sektor  Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Lembaga  Jasa Keuangan Lainnya

Adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan,  dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib,  meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun,dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam  peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan  pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan. 

Lembaga  Pembiayaan.

Adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan. (1.B). (Sumber  

Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang RI No.21 tahun 2011.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.( UndangUndang RI No.21 tahun 2011)
Tempat kedudukan
OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik  Indonesia dan dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan pembentukan
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
c. mampu melindungi kepentingan Konsumen dan  masyarakat.
Fungsi
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan  pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan  di dalam sektor jasa keuangan.
Tugas
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Tugas dan kewenangan OJK lebih rinci diatur dalam UU RI No. 21 tahun 2011.
Berlakunya ketetapan UU tentang OJK
1.Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
2. Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan  kegiatan jasa keuangan di sektor  Perbankan beralih dari Bank
Indonesia ke OJK.

Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah.

Secara kelembagaan, dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari
kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur unsur dari kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio   juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga  dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
Untuk mewujudkan koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan yang baik, Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berinteraksi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Pasar Modal

Adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan  Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek  sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai
pasar modal. 

Perasuransian

Adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang,  usaha reasuransi, dan usaha  penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa  keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang  mengenai usaha perasuransian.

Perbankan. (Dalam UU tentang OJK).

Adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan syariah  sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan dan undang-undang mengenai perbankan syariah.

Peraturan Dewan Komisioner OJK.

Adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner dan mengikat di lingkungan internal OJK. 

Peraturan OJK.

Adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Pengaturan dan pengawasan OJK  pada sektor Perbankan
.
Adalah pengaturan dan pengawasan yang dilakukan  OJK tentang:
a.    pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
      1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan,
          kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi danakuisisi bank, serta pencabutan izin
          usaha bank; dan
     2. kegiatan  usaha  bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di
         bidang jasa;
b.   pengaturan dan pengawasan mengenai  kesehatan  bank yang meliputi:
      1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas  aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum
          pemberian kredit,  rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
      2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
      3. sistem informasi debitur;
      4. pengujian kredit (credit testing); dan
      5. standar akuntansi bank;
c.   pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatihatian bank, meliputi:
     1. manajemen risiko;
     2. tata kelola bank;
     3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
     4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d.  pemeriksaan bank.
Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur sebagaimana diatas merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.





No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.